Erosi Pantai dan Efeknya Terhadap Pariwisata
 Saat ini di Indonesia, sektor pariwisata pantai sementara digenjot oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Salah satu contoh adalah wisata Meti Kei yang sangat terkenal pantai pasir putihnya.
Kehadiran festival wisata tersebut mampu meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir sekaligus menjadi sarana mengenalkan potensi wisata bahari di wilayah-wilayah pantai Indonesia bagian Timur.
Akan tetapi keindahan pantai-pantai tersebut berada pada tekanan ancaman erosi pantai akibat berbagai aktifitas.
Bisa jadi karena pesatnya industri pariwisata, maka pembangunan properti untuk menunjang aktifitas menyebabkan pembukaan mangrove atau bakau secara berlebihan padahal bakau berperan menahan laju abrasi atau erosi pantai daerah pesisir akibat kuatnya arus dan ombak.
Pembangunan industri pariwisata memang diperlukan untuk menunjang perekonomian warga, namun sejalan dengan pembangunan tersebut, masyarakat juga perlu diedukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian bakau karena manfaatnya sangat besar bagi lingkungan.
Perlu diketahui bahwa selain pantai berpasir yang terancam, ekosistem pesisir lainnya juga ikut terancam karena kenaikan permukaan laut dan rusaknya lingkungan.
Dalam Ecological Monograph disebutkan akibat aktifitas manusia yang intens dan meningkat, sekitar 35 persen bakau dan 30 persen terumbu karang serta 29 persen lamun menjadi hilang.
Jika ekosistem tersebut yang berfungsi menjaga lingkungan pesisir rusak atau hilang, maka arus dan gelombang laut akan menyebabkan abrasi terus terjadi sehingga erosi pantai tak bisa ditahan lajunya.
Peristiwa ini malah berdampak pada dunia pariwisata itu sendiri dan menyebabkan masyarakat pesisir kehilangan mata pencaharian. Padahal di tahun 2019 saja devisa negara dari sektor ini menyumbangkan sekitar US$ 17,6 miliar karena cakupan sektor ini yang luas.