Nah, lagu daerah Indonesia adalah warisan budaya bangsa yang tak berwujud, menggambarkan kekayaan bangsa yang kontras karena lagu-lagu tersebut dinyanyikan dalam bahasa daerah (Prasetyo et al., 2020) yang setiap daerah, penuturan atau pelafalannya berbeda.
Misalnya Walang Kekek, lagu tradisional Jawa yang berkarakter lembut, serta riang karena menggambarkan aktifitas dolan (bermain).
Menyanyikan lagu daerah tidaklah semudah yang dipikirkan, apalagi anggota VP yang beragam suku, dengan cara bicara dan intonasi yang berbeda satu dengan yang lain.
Akan tetapi perbedaan itu bukan soal, hal ini terlihat ketika belajar melafalkan lirik Walang Kekek dalam bahasa jawa. Sudah tentu beberapa akan mengalami kesulitan, sebab ada aksara yang sekalipun mirip namun pelafalannya berbeda.
Di tengah perbedaan dialek, intonasi dan cara berbicara, mereka terlihat sangat serius memperhatikan temannya mencontohkan bagaimana melafalkan lirik dengan benar. Dari sini mereka belajar untuk membuang sikap individu dan memupuk kebersamaan untuk meraih prestasi bersama.
Kedua : Berdampingan dalam Harmoni Kebhinekaan
Ada momen yang paling berkesan setidaknya dari sudut pandang penulis.Â
Momen tersebut ketika lagu O Magnum Mysterium sebuah misteri agung Ilahi yang mengisahkan tentang peristiwa kelahiran Anak Manusia ke dunia, atau Shalawat Badar yang berisi puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW, dalam bentuk aransemen paduan suara dinyanyikan pada satu kompetisi yang bertepatan dengan Bulan Puasa.Â
Kedua lagu tersebut dinyanyikan dengan begitu syahdu, penuh harmoni dan sangat indah didengar. Dengan menempatkan ego pribadi dengan tepat, mereka mampu melantunkan lagu-lagu tersebut dengan nada-nada yang begitu harmoni.
Menerima perbedaan sebagai keniscayaan dan hidup berdampingan dalam harmoni kebhinekaan sebagai sesama saudara, rasa-rasanya mereka ingin berteriak mewakili generasinya bahwa Indonesia ini punya perbedaan yang menyatukan.