Pemanfaatan ekowisata ada baiknya disesuaikan dengan potensi yang dimiliki masing-masing wilayah. sehingga pengelolaannya optimal dan berkelanjutan. Kehati-hatian sangat diperlukan agar menekan potensi kerugian.
Potensi merugikan itu apa saja?
Keberadaan ponton di Nusa Penida bukan hal yang baru. Ponton terapung yang biasanya digunakan wisatawan punya fungsi agar wisatawan dapat melihat langsung kondis terumbu karang yang indah, selain itu ponton juga memberikan tambahan ekonomi bagi pelaku usaha ekowisata ini.
Akan tetapi ponton punya dampak negatif, misalnya jika terbawa arus dan bergeser ponton atau jangkarnya dapat mematahkan karang. Karang yang rusak berarti ada hewan laut yang kehilangan rumah dan makanan akibatnya luas penutupan karang dan populasi ikan menurun.
Selain itu ketika resor atau penginapan dan properti lainnya dibangun di atas atau di dekat terumbu karang, aktivitas wisatawan akan menganggu ekosistem bawah laut yang rentan terhadap bahan kimia dari perlengkapan pribadi yang dibawa.Â
Kebiasaan membuang sampah, bahan kimia dari tabir surya, limbah buangan dari sabun mandi, sampah, dan plastik kemasan akhirnya mencemari laut.
Lantas apa yang bisa dilakukan?
Sebagai kawasan wisata, Nusa Penida dan lokasi lainnya minimal harus punya daya dukung kawasan. Daya dukung harus dihitung secara pasti jika ingin dijadikan kawasan wisata yang lestari.
Daya dukung ini berguna untuk mengetahui berapa kapasitas pengunjungnya sehingga pengunjung dapat dibatasi. Pengunjung yang memenuhi suatu kawasan wisata akan sangat sulit dikontrol dan berpotensi memberi dampak negatif seperti kerusakan terumbu karang. Sebab untuk mengurangi dampak negatif dari aktivitas wisatawan terhadap terumbu karang salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pembatasan pengunjung (Schleyer dan Tomalin, 2000).
Melihat kondisi perjalanan wisata pasca pelonggaran syarat perjalanan ini, ada kekhawatiran pengunjung membludak.