Selain itu, sawit merupakan bibit minyak yang paling produktif, sebab dalam satu hektar lahan sawit, dapat menghasilkan 5 ribu Kg minyak mentah atau hampir 6 ribu liter, dibanding kedelai dan jagung yang hanya mampu menghasilkan 446 dan 172 liter/ha.
Akan tetapi permintaan CPO untuk pangan mengalami penurunan sejak 2019, dengan penyerapannya dalam industri pangan berkisar 58 persen. Tren yang sama terjadi juga di tahun 2021 (48,4 persen) dan proyeksinya di tahun 2022 hanya pada kisaran 46 persen.
Lantas bagaimana permintaan sawit untuk kebutuhan energi?
Permintaan Sawit untuk Sektor Energi
Setelah dikeluarkan PP No. 79 tahun 2014, yang spesifik menargetkan peningkatan penggunaan bahan bakar nabati, sawit mulai dilirik untuk dimanfaatkan sebagai bahan campuran atau diusahakan untuk 100 persen menjadi bahan bakar.
Berbicara mengenai pemanfaatan sawit untuk bahan bakar nabati, Indonesia adalah negara pertama di dunia yang berhasil dalam energi terbarukan lewat biodiesel B30 sementara negara lain, baru sampai pada jenis B10, B12 dan B20.
Biodiesel menjadi alternatif bahan bakar ramah lingkungan sebab buangan dari mesin cenderung mengasilkan emisi yang lebih baik dibanding solar. Selain itu juga, ada klaim bahwa biodiesel memiliki pembakaran yang sempurna serta biodegradable dan non-toxic ketika lepas ke alam.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit menargetkan produksi biodiesel tahun 2022 mencapai 10,15 juta kiloliter. Angka tersebut jika dibandingkan dengan tahun 2021 (kisaran 9,4 juta kiloliter), terjadi peningkatan.
Tren kenaikan ini juga sejalan dengan data BPS bahwa untuk konsumsi dalam negeri, kebutuhan CPO untuk biodiesel cenderung naik setiap tahun dengan prediksi kebutuhan di tahun ini naik sekitar 42,9 persen dari pasokan dalam negeri. Lebih tinggi dari tahun 2021 yang hanya sekitar 40,1 persen (katadata.co.id).