Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Pohon Kelapa: Sebuah Refleksi tentang Kehidupan

13 April 2022   21:50 Diperbarui: 13 April 2022   21:52 9088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Briket Arang Batok Kelapa/Sumber : monitor.co.id

Kelapa adalah tanaman perkebunan yang masuk dalam famili Arecaceae, tanaman ini kerabat dengan lontar, pinang dan pohon aren karena sefamili dalam taksonomi.

Di Indonesia perkebunan kelapa memiliki luasan terbesar kedua setelah kelapa sawit sementara dari segi ekonomi kelapa cukup menguntungkan untuk dijadikan sumber pendapatan bagi petani kelapa.

Selain berkontribusi untuk pendapatan ekonomi, ternyata pohon kelapa memiliki banyak makna untuk dijadikan pegangan hidup.

Kelapa Mampu Bertahan Di Tengah Tekanan Lingkungan

Wilayah pesisir pantai sering didapati banyak pohon kelapa sehingga warna pasir yang putih kontras dengan warna hijau dari daun kelapa. Saat buahnya jatuh dari pohon, dia akan terbawa gelombang dan berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya. 

Buah kelapa tadi akan mengapung di lautan dengan kondisi garam dan alkalin cukup tinggi  ber-pH 8, dimana jika tanaman lain tentu akan layu dan mati karena perbedaan tekanan osmotik antara garam-garam dan cairan di dalam buah atau bagian tanaman lain itu.

Sementara jika berada di daratan, ketika jatuh dia tergelinding terkena hantaman batu, bahkan berkali-kali menghantam benda-benda keras tetapi buah itu tampak tetap tenang dan tidak pecah.

Kondisi yang demikian sulit tidak membuat buah kelapa itu mati, baik karena cekaman lingkungan, atau karena hantaman bertubi-tubi tetapi sebaliknya dia tetap bertahan sampai nanti tiba di pantai atau tanah yang datar.

Begitupun seharusnya dengan hidup manusia. Tetapi terkadang tekanan membuat kita merasa tidak berdaya sehingga memilih jalan pintas melakukan perbuatan nekat yang dianggap sebagai solusi ditengah tekanan. Selain itu manusia cenderung mendahulukan emosi dibanding diskusi sehingga orang-orang yang berseberangan dipukul bukan dirangkul untuk duduk bersama.

Padahal sebagai manusia, akal, pikiran, perasaan, dan kepekaan menjadi kelebihan dibandingkan ciptaan yang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun