Memberi dari Kekurangan
Gotong royong yang dalam sebutan lokal disebut baku sorong bahu adalah warisan turun-temurun orang Indonesia. Sebutan boleh beda tetapi tidak mengaburkan semangat bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.Â
Semangat bekerja bersama ini mulai terlihat ketika memikirkan bagaimana mendapatkan obat-obatan dan tenaga kesehatan, guna kegiatan dimaksud.
Untuk tenaga kesehatan sendiri mulai dari tenaga bidan, dokter umum dan spesialis, beberapa diantaranya adalah kader AMGPM sendiri, sehingga secara sukarela mereka bersedia membantu. Selain itu beberapa dokter dari IDI Saumlaki-pun ikut membantu dengan sukarela.
Kalau harus jujur harga obat-obatan tidak murah, karena biaya trasnportasi untuk membawa obat dari Surabaya atau dari Pulau Jawa ke Saumlaki harus diperhitungkan juga oleh pemilik apotek, dimana nantinya biaya transport tersebut dibebankan kepada pembeli. Sehingga harga obat memang cukup mahal.
Tetapi hal tersebut tidak menjadi halangan, dengan banyak kepala yang memikirkan, jadinya obat-obatan itu sebagian disumbang tidak dibeli, sebagian mungkin disubsidi bersama dari patungan semua anggota.Â
Perlu diketahui bahwa anggota AMGPM Ebenhaezer ini tidak semua berasal dari kalangan ekonomi yang lebih. Tidak semua berstatus pegawai negeri, swasta atau tenaga kontrak daerah.Â
Pada umumnya profesi sebagai nelayan dan petani dijalani, itupun subsisten. Adapula yang hanya berprofesi sebagai supir dan ojek sehingga, sebagian pendapatan mereka yang berasal dari penghasilan harian, disisihkan untuk disumbangkan atau dikumpulkan.
Dari keterbatasan yang mereka miliki, digunakan untuk membantu sesama mereka yang membutuhkan. Pikiran bahwa mereka masih bisa memberi dari kekurangan inilah yang bagi saya sendiri adalah hal luar biasa.