Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Batamang Bae, Seng Sadarah Bukang Berarti Seng Sodara

30 September 2020   22:57 Diperbarui: 30 September 2020   23:00 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat dia puasa, yah namanya juga masih anak-anak, saya sering lupa dan di depan dia tanpa sengaja makan atau minum es gitu, tapi lama-kelamaan kebiasaan itu pelan-pelan dihilangkan untuk menghargai dia ketika dia puasa, jadi makan sama jajan es sering sembunyi-sembunyi biar enggak ganggu puasanya.

Ada kisah yang betul saya ingat, ketika mata pelajaran muatan lokal (Mulok) waktu itu, kami disuruh membawa buku gambar untuk nantinya menggambar, hanya saja pas masuk, Tezar lupa bawa buku gambarnya. Tidak seperti sekarang dimana UU Perlindungan anak berlaku, jaman kami dulu guru itu sangat ditakuti, jadi mana berani kalau buat salah.

Akhirnya karena takut kena hukuman, kami berdua nekat ke rumahnya ambil buku gambar. Sebagai gambaran saja, jarak rumahnya dan sekolah kami ada sekitar 8 atau 9 kilometer, cukup jauh buat ukuran anak-anak, kebetulan hari Jumat, habis olahraga biasanya ada kerja bakti gitu, jadi kami berdua jalan kaki. Nekat jalan kaki sejauh kilometer itu. (kalau ingat konyololan itu jadi tertawa sendiri)

Anyway, waktu berjalan begitu cepat, dan kami harus berpisah karena dia dan keluarganya harus ikut pindah tugas sang ayah, mungkin kembali ke Jawa, karena mereka orang Jawa, jadi Tezar ini kalau bicara di kelas cukup lucu, medok Jawanya kental sekali, dan karena terpengaruh logat kami, jadinya lucu kalau dengar dia ngomong. 

Semenjak itu, kami lost contact sampai beranjak SMA dan kuliah. Hubungan silaturahmi antar kedua sahabat yang beda suku, agama dan bahasa dan budaya inipun mulai terjalin ketika saya kembali ke Jogja untuk melanjutkan studi. 

Iseng-iseng saya mencari namanya yang memang saya ingat satu-satunya teman dari Jawa waktu itu di kelas, ya hanya Tezar jadi namanya memang sangat diingat. 

Beberapa media sosial saya buka dan mencoba mencari ada tidak namanya. F**ook saya buka cuma ketika diketik buaannyaakk banget yang nama Tezar. Sempat terlupa untuk lanjutkan cari, dan akhirnya lupa beneran niat awal tadi untuk mencari.

Baru sekitar Agustus kalau tidak salah, saya kembali coba untuk cari dimana sahabat saya ini, cuma kali ini saya mencarinya di i**ram, hasilnya sama juga, dan ada beberapa yang diprivate akun, jadi akhirnya dicari di g**le search engine dan muncul foto-foto, selidiki dan akhirnya ada wajah yang familiar.

Tangkapan layar chat aplikasi/Sumber : dok. pribadi
Tangkapan layar chat aplikasi/Sumber : dok. pribadi

Kontak pertama via email, saya mencoba tanyakan apa betul ini Tezar yang dulu pernah sekolah di Saumlaki, dan mungkin balasannya cukup lama, sehingga bulan September tanggal 20-an, karena kebutuhan kuliah, saya periksa email dan Puji Tuhan, Tezar membalas emailnya. Hari ini, 30 September 2020, pukul 08.59 WIB, setelah hampir 20 tahun terpisah kami berkontak lewat chatting aplikasi.

Sekalipun belum bisa bertemu langsung, setidaknya kontak via chat aplikasi bisa meredakan kerinduan yang lama ini. Sahabat yang terpisah 20 tahun bertemu dengan tetap saling sapa nama kecil (hehe). Memang betul beberapa tayangan video yang menunjukkan persahabatan yang lama terpisah ketika bertemu suasana menjadi haru biru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun