Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PSBB Total Keputusan yang Menampar "Wajah" Indonesia

11 September 2020   14:24 Diperbarui: 11 September 2020   14:22 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : liputan6.com/ilustrasi rem darurat PSBB

Tadi saat berkabar dengan teman lewat whatsapp, dia cerita kalau sahabatnya berkunjung ke rumahnya. Jadi dari kemarin dia sibuk packing-packing baju dan pakaian layak pakai untuk hari ini dijemput sahabatnya itu. 

Pas ditanya, teman saya ini cerita kalau sahabatnya tersebut suaminya dirumahkan dari hotel tempatnya bekerja. Kebetulan suaminya chef. 

Karena dirumahkan, jadinya mereka berjualan makanan tapi mungkin karena kekhawatiran penularan lewat makanan, atau karena pemasaran yang kurang, usaha mereka ikut-ikutan gulung tikar juga, jadi sahabat teman ini berinisiatif untuk berjualan pakaian bekas. Tapi jualan baju bekaspun sepi pembeli.

Peristiwa itu terjadi di Surabaya, salah satu kota terbesar di Indonesia, dan pusat bisnis setidaknya di wilayah Timur Pulau  Jawa.

Dari situ saya mengandai-andai. Surabaya yang telah menerapkan aturan new normal saja sudah begitu, apalagi Jakarta yang nantinya PSBB Total bukan transisi lagi?

Jakarta itu perputaran uang ada pada tingkatan 70%, pada hari biasa. Selain itu pendapatan terbesar setidaknya untuk APBN asalnya dari kota tersebut yang bersumber dari sektor perpajakan. Jadi kalau goyang sedikit saja, efeknya domino ke daerah lain di Indonesia.

Ibarat mengendarai mobil, ketika pengereman mendadak, sudah pasti terjadi split, ban menjadi berasap, dan penumpang yang tak ber-seatbelt terpental keluar dari mobil. Bisa terlihat bagaimana saham-saham big camps mengalami auto reject atau ARB, dan IHSG terjerembab karena keputusan tersebut. 

Sudah pasti yang akan terasa adalah mereka yang menggantungkan hidup dari upah harian. Pengaruh keputusan ini jika diterapkan, DKI hanya punya waktu lebih kurang tiga hari (dari kemarin) untuk menyiapkan perlindungan sosial bagi masyarakat yang paling parah terkena imbas. 

Jangan sampai peristiwa kekacauan data dan saling lempar masalah ketika pertama kali dilakukan PSBB terjadi lagi, yang ujung-ujungnya bikin sengsara masyarakat. 

Pemberlakuan kembali PSBB ini tak lepas dari peran masyarakat. Kesadaran penuh diperlukan agar nantinya ketika diberlakukan hari Senin nanti bisa terlihat perubahannya nanti. Kalau kemarin pelanggar dimasukkan ke dalam peti mati, kali ini jangan lagi diberi hukuman seperti itu. Karena selain tidak efektif, juga tidak menimbulkan efek jera, bahkan bisa menyebabkan penyebaran baru. 

Siapa yang melanggar ya disanksi saja, kan sudah ada aturannya Inpres No. 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan Covid-19. Tapi sanksi yang diberikan harus tegas terukur dan menimbulakn efek jera asalkan tidak menimbulkan hal yang merugikan.

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia sepertinya presiden paham betul tentang situasi ke-depan nantinya. Hal ini bisa terlihat jelas dari dikeluarkanya Peraturan Presiden No.82 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi. 

Hanya saja, implementasi di lapangan seolah-olah sangat jauh dari apa yang ada dalam Inpres dan Perpres tersebut. Misalkan kalau diterapkan dengan betul, tentunya PSBB ini tidak akan ada lagi, semua bersiap-siap melakukan sebuah kebiasaan kenormalan baru.

Kunci dari persoalan ini ada pada konsistensi dan koordinasi. Menurut saya, ada satu anggapan yang salah jika keterlibatan Polri dan TNI untuk pencegahan penyebaran covid-19 ini seolah-olah untuk menerapkan aturan, karena merupakan ranah Polri sebagai institusi penegak hukum yang dibackup oleh aparat TNI.

Anggapan ini keliru sebab kalau dilihat dengan baik Inpres 6 tersebut, wewenang penegakan ada pada aparat sipil. Artinya pemegang keputusan untuk menegakkan disiplin dan aturan pengawasan serta pelaksanaan protokol kesehatan ada di tangan kepala daerah, peranan TNI dan POLRI hanya sebatas dukungan untuk melaksanakan penegakkan disiplin tersebut.  

Jangan heran, karena saling lempar dan tidak adanya koordinasi antar pemerintah baik daerah dan pusat menyebabkan pencekalan dari beberpa negara kepada Indonesia. Seharusnya belajar dari pengalaman negara lain sebut saja Vietnam.

Terlepas dari sistem yang mereka anut, tetapi kemampuan mereka dalam hal koordinasi dan konsistensi dalam penerapan dan penegakkan aturan, membuat mereka berhasil menekan penyebaran wabah ini.

Momen rem mendadak kali ini dijadikan cermin untuk berintrospeksi diri, tidak takabur dan gegabah. Semoga saja rem mendadak ini diimbangi dengan menginjak pedal gas yang berimbang. Dengan demikian pelaksanaan PSBB dan pertumbuhan ekonomi bisa seimbang.

Sebab Jakarta bukan hanya sebagai pusat bisnis dan ekonomi serta industri, Jakarta itu ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan. Jakarta adalah wajah Indonesia sehingga keputusan yang diambil bisa saja diikuti daerah lain. Jadi ketika wajah itu tertampar, efeknya bisa dirasakan seluruh Indonesia.

Jangan lagi ada saling lempar dan play victim. Sudah capek masyarakat menonton tayangan-tayangan drama dari pemimpin-pemimpin kita. Salah bertindak nyawa urusannya dan itu mahal.

Sumber

[1], [2], [3], [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun