Lele disini bukan ikan ya, tapi parutan umbi dan jagung yang dibungkus daun kelapa atau jagung, kemudian dibakar batu-kan. Sebagai lauk, hmm intinya anda kuat saja makan ikan, karena sudah pasti ikannya buuuuuanyaakk pake banget.Â
Hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk menyenangkan tamu-tamu ketika berkunjung ke desa mereka. Suatu kehormatan bagi masyarakat untuk memberikan kesan yang tak ternilai kepada para tamu yang berkunjung sehingga ketika kembali ada kenangan indah yang bisa dikenang.Â
Tradisi Yang Tetap Terjaga
Sekalipun  profesi utama bukan sebagai pematung, tetapi tradisi membuat Patung Tumbur masih terus saja dilakukan. Misalnya sudah jadi guru, dimana tugas utamanya mengajar tapi begitu pulang, masih juga membuat patung. Kemungkinan alasan utama dibalik itu bukan cuma sekedar sumber tambahan ekonomi tapi jauh daripada itu adalah tetap menjaga tradisi.Â
Sebagai masyarakat yang memegang teguh prinsip-prinsip budaya, tradisi, dan tatanan adat, masyarakat Tanimbar umumnya akan menjaga warisan leluhur mereka untuk tetap lestari sekalipun perkembangan teknologi khususnya peralatan mekanik yang modern sudah menyentuh setiap aktivitasnya.Â
Hal ini bisa terlihat dari peralatan-peralatan sederhana yang digunakan. Pahat tangan dan martelu (bahasa setempat untuk palu) berbagai ukuran, kertas amplas, kuas, serta perlengkapan lainnya adalah alat yang boleh dikatakan manual tools.
Makna dibalik Bentuk Patung Tumbur
Umumnya bahan kayu yang digunakan oleh pengrajin adalah jenis kayu hitam atau kayu salamudi dan beberapa juga memakai kayu besi (Merbau) seperti dikutip dari senibudayasia.com. Dalam pembuatannya Patung Tumbur memiliki beragam bentuk/motif. Misalnya bentuk pahatan balayar di atas.