Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenun Tanimbar, Budaya yang Tak Hilang oleh Zaman

29 Agustus 2020   14:57 Diperbarui: 29 Agustus 2020   14:45 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Taborat Photography ; The Wedding of Ewin Besitimur & Jumelda Utuwaly

Peningkatan minat terhadap kain-kain tradisional dumlai ketika di tahun 2009 UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya tak benda. Dengan adanya pengakuan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya akan keberagaman budaya.

Kalau Jogja dan Pekalongan dikenal dengan batiknya, Saumlaki-pun sebagai kota yang baru berkembang dengan terbentuknya Kabupaten Kepulauan Tanimbar memiliki daya tarik tersendiri dibidang kain tradisional yaitu Tenun Tanimbar. Tenun ini bukan hanya ada di Saumlaki, tetapi di wilayah yang ada disekitarnya seperti Selaru. 

Menenun bagi masyarakat yang ada di kedua wilayah ini merupakan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita ketika seluruh pekerjaan rumah tangga telah selesai dikerjakan dan ketrampilan ini diteruskan dari ibu ke anak perempuannya agar kelak ketika menikah, sang anak bisa membantu suami untuk menambah penghasilan keluarga. 

Makna Tenun Bagi Masyarakat Tanimbar

Dikutip dari beritagar.id umumnya suku-suku di Indonesia, tenun bukan hanya sebagai penutup tubuh, namun memilki peran besar dalam kehidupan mulai dari kelahiran, pernikahan, sampai kematian. Sejalan dengan itu, Wieke Dwiharti  seorang antropolog Universitas Indonesia berpendapat bahwa suku-suku di Indonesia percaya wastra atau tenun memiliki tuah, mulai dari menyembuhkan penyakit hingga menolak sial. Juga sebagai simbol status sosial. 

Sumber : Taborat Photography ; The Wedding of Ewin Besitimur & Jumelda Utuwaly
Sumber : Taborat Photography ; The Wedding of Ewin Besitimur & Jumelda Utuwaly

Dalam adat masyarakat Tanimbar, tidak dikenal bangsawan atau kasta tertentu. Masyarakat Tanimbar memiliki istilah Lebit Lokat  atau emas untuk semua. Sehingga perbedaan status bangsawan atau sistem kasta tidak berlaku dalam kehidupan masyarakat ini.

Sekalipun tidak bersistem kasta dan perbedaan kelas sosial, kekerabatan masyarakat sangat kuat. Bentuk kekerabatan ini dikenal dengan istilah Duan Lolat. 

de Jonge dan van Dijk (2011), menyebutkan bahwa pelembagaan Duan Lolat terjadi pada proses pernikahan adat dimana predikat Duan diberikan kepada pihak keluarga mempelai wanita (yang akan menikah) sedangkan Lolat diberikan kepada keluarga mempelai pria.

Pihak Duan berkewajiban untuk  kas pake pakean (memberikan pakaian) dan perlengkapannya, termasuk juga bahan makanan berupa beras dan umbi-umbian, kepada pihak Lolat. Sementara Lolat berkewajiban untuk memberikan lauk-pauk seperti daging dan sopi kepada pihak Duan. Barang yang dipertukarkan salah satunya adalah tenun, perhiasan adat dan gading gajah. 

Pada zaman itu, gading gajah merupakan harta yang mahal harganya karena gajah tidak ditemukan di seluruh wilayah Tanimbar. Sehingga ketika memiliki gading gajah merupakan pride tersendiri untuk pemiliknya. 

Namun seiring berjalannya waktu dan barang-barang adat tersebut menjadi langka, apalagi jika pernikahan adat Tanimbar berlangsung di kota-kota besar, pemberian seserahan dikonversi ke barang lain seperti sopi umumnya diganti dengan bir, tenun bisa diganti kain batik, kemeja atau umumnya dalam jumlah uang tertentu.

Awal mulanya tenun mulai dikembangkan pada sejak abad ke-3. Bahan-bahan yang digunakanpun menggunakan material berat dan kaku serta pewarnaannya menggunakan bahan alami sehingga warna yang dihasilkan umumnya berwarna gelap atau tua. 

Bagi masyarakat Tanimbar, tenun memiliki makna sakral. Dikutip dari detik, tenun dianggap sebagai amanah dari Ratu/Ebo/Ubilaa (TUHAN dalam bahasa lokal) sehingga ketika seseorang diberikan tenun, sangat pantang jika tenun tersebut diberikan kepada yang lain. Dianggap tidak bisa menjaga amanah.

Motif Lelemuku. Sumber : Facebook.com
Motif Lelemuku. Sumber : Facebook.com

Motif Tenun Tanimbar

Tenun Tanimbar memiliki berbagai macam motif. Motif-motif ini merupakan warisan dari leluhur sampai generasi sekarang. Diilhami dari keindahan alam seperti motif Lelemuku (Dendrobium phalaenopsis ) yang melambangkan keagungan, kecantikan dan keuletan. 

Motif tenun dalam proses identifikasinya ditemukan lebih kurang 47 motif dikutip dari beritagar.id. Selain Lelemuku ada juga motif  Sair yang berbentuk bendera, melambangkan semangat dalam berkarya, mempertahankan identitas dan membela serta melindungi perempuan. Karena perempuan untuk masyarakat Tanimbar adalah pemberi hidup, sebab melahirkan generasi-generasi penerus. Sehingga kedudukan perempuan sangat dipandang dalam kultur masyarakat. Jadi jangan heran kalau misal banyak anak laki-laki Tanimbar sangat menghormati dan menyayangi Mama dan Usi (kakak perempuan) atau Ade Nona (adik perempuan) mereka. 

Selain itu ada juga motif Tunis yang berbentuk seperti mata atau anak panah, motif Wulan Lihir (bulan sabit), Matantur atau tulang dengan ciri khasnya berwarna biru menggambarkan potensi sumber daya laut Tanimbar yang luas dan indah

Ada juga motif Temar Akar, Ular Fangat (liung atau ular cincin), Eman Matan Lihir yang menggambarkan tanggung jawab wanita dalam menyiapkan kebutuhan rumah tangga, motif Ulerati yang berbentuk ulat-ulat kecil mengandung filosofi tentang metamorfosa ulat sebagai bagian dari proses alami kehidupan.

Pride-nya Tanimbar  Pride-nya Indonesia  

Sumber : Dokumentasi pribadi, seragam tenun para guru SD. Negeri 1 Saumlaki
Sumber : Dokumentasi pribadi, seragam tenun para guru SD. Negeri 1 Saumlaki

Dengan berkembangnya teknologi, terjadi pergeseran dalam masyarakat. Umunya hal ini disebabkan karena tingginya aktivitas penggunaan internet. Dalam rilisnya, HootSuite  dan agensi We Are Social, menyebutkan sebanyak 64 persen penduduk Indonesia telah terkoneksi internet. Artinya dari 272 juta penduduk Indonesia sebanyak 175aan juta telah menggunakan internet. Sedangkan penggunaan media sosial mencapai 59 persen dari total jumlah penduduk. Pergeseran kehidupan sosial akibat pengaruh media sosial terlihat dari perilaku konsumtif kita, khususnya anak muda. Data dari Bapennas menyebutkan sebanyak 63 juta milenial memiliki perilaku konsumtif akibat tingginya aktivitas internet.

Perilaku konsumtif membuat kita untuk lebih mudah membeli barang tertentu berdasarkan apa yang diinginkan bukan yang dibutuhkan. Perilaku inipun membuat kita malas untuk lebih produktif. Misalnya saja saat ini minat milenial untuk mempelajari teknik menenun sangat rendah. 

Pengrajin tenun Tanimbar didominasi oleh ibu-ibu beberapa diantaranya sudah sepuh, sehingga jika tidak diperhatikan regenerasi, kedepan tradisi ini akan hilang digerus modernisasi. 

Beberapa upaya telah dilakukan untuk menumbuhkan minat bagi generasi muda, misalnya bekerja sama dengan desain untuk menggabungkan eksotisme tenun Tanimbar dengan fashion modern seperti dikutip dari okezone.com jadi bukan cuma itu-itu saja model tenunannya. Harapannya dengan kerjasama ini membangkitkan perekonomian pengrajin, sehingga menarik minat generasi muda untuk menekuni tradisi ini. 

Pemakaian tenun dalam upacara kenegaraan atau acara besar daerah juga merupakan ajang promosi sekaligus menjadi sumber pundi-pundi bagi pengrajin tenun. Kualitas dan kecantikan tenun ini tidak kalah dengan kualitas barang impor lainnya. Dengan kemajuan teknologi yang ada, pemasaran produk inipun mulai dikenal. Tak jarang, beberapa platform jaul-beli online dimanfaatkan pengrajin untuk memamerkan hasil kerja agar dikenal masyarakat Indonesia secara luas. Tenun Tanimbar bukan hanya kebanggaan masyarakat Tanimbar tapi juga kebanggaan Indonesia.

Tenun Tanimbar dari abad ke-3 sampai sekarang selalu ada, tugas generasi sekarang untuk tetap mempertahankan budaya dan tradisi ini agar tetap ada meskipun terjadi perubahan dalam segala lini kehidupan. Zaman boleh berubah, generasi boleh berganti tetapi budaya dan tradisi harus tetap ada agar keindahannya dapat dinikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun