Efek pandemi di sektor sosial
Dampak di segi sosial juga cukup terasa akibat mr corona ini. Bayangkan saja, biasanya kita bisa kondangan, bercengkerama dengan saudara dan kerabat, lalu juga bisa nonton konser musik berdesak desakan tapi asik, nonton bola lengkap dengan nonton tawurannya, anak anak bersekolah dan bermain bersama teman temannya, pergi berkunjung ke rumah saudara dan masih banyak lagi kegiatan sosial lainnya, itu semua sirna karena corona. Biasanya dulu diadakan lomba tujuh belasan tingkat rt/rw. Sekarang sementara ditunda dulu.
Orang orang terpaksa harus menjaga jarak, menghindari kerumunan, jangankan untuk berhang out ria, untuk berbicara saja harus maskeran dan menjadi hidup normal baru. Tapi seiring berjalannya waktu, kenormalan baru juga akhirnya ternormalkan pada masyarakat dengan sendirinya. Sekolah jadi lewat hp dan laptop, aktivitas kantor pun sebagian work from home. Bahkan ada pernikahan yang dilangsungkan dengan sistem drive trough. Para tamu undangan datang menyalami mempelai dari dalam mobil, dari kejauhan tentunya dengan protokol kesehatan. Memang pandemi ini juga kembali mengasah kreatifitas masyarakat untuk beradaptasi dengan berbagai cara juga di sektor sosial ini.
Efek pandemi di sektor politik
Penanganan pandemi terkini dikonsolidasikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Namun ada pihak yang menyangsikan hal ini, beranggapan bahwa penanganan pandemi harus langsung dikontrol oleh Presiden Jokowi. Padahal sudah jelas bahwa panglima tertinggi penanganan pandemi ini adalah Presiden dan Luhut adalah komando wilayahnya bersama Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto. Hal seperti ini masih saja digoreng menjadi isu, padahal kita masih harus menangani pandemi ini dengan segala daya dan upaya. Sudah seharusnya elit politik kita saling bersatu di masa pandemi ini karena ini terkait keselamatan bangsa juga. Apa gunanya mereka berseteru jika bangsa ini akhirnya kalah oleh pandemi. Ibarat kata kalah jadi abu menang jadi arang. Tidak ada yang diuntungkan.
Tapi itu hanya sebagian kecil saja. Masih banyak politikus kita yang berupaya bersama membangun kesadaran masyarakat untuk mengatasi pandemi ini dengan menerapkan protokol kesehatan. Sudahilah 'pertengkaran politik' untuk membantu bangsa ini segera keluar dari pandemi. Masih jauh 2024. Masih banyak hal lebih penting daripada mengurus hasrat pemilu yang masih tiga tahun lagi.
Menyalip di tikungan
Seperti kata bapak Presiden kita Joko Widodo, kita harus bisa menyalip di tikungan. Di masa pandemi seperti ini, dimana hampir semua negara terkena pandemi sekaligus dampaknya yang juga mengakibatkan ekonomi merosot di banyak negara, juga Laut China Selatan yang memanas, China dan AS juga memanas. Kita harus dapat mengambil momentum ini, untuk menyalip di tikungan, melewati negara negara lain, Â mengejar ketertinggalan dari negara negara adidaya untuk lebih memajukan bangsa kita lebih cepat lagi.
Hal itu sudah dirintis oleh bapak Presiden dengan memotong aturan yang terlalu banyak yang memperpanjang prosedur birokrasi. Bapak Presiden juga mencanangkan agar kita perlu cara kerja baru, harus lebih cepat, harus melakukan shortcut agar tidak lamban. Lebih berorientasi pada gol, pada hasil yang lebih cepat. Karena memang semua telah diber talenta, semua berusaha, tetapi jika ditambah lagi lebih cepat niscaya kita juga dapat maju lebih cepat dari sekarang. Ibarat mobil balap di film Fast And Furious, harus ditambah nitro lagi agar cepat maksimal. Sekarang memang telah kita rasakan dimana membuat ijin usaha sangat cepat tidak seperti sebelumnya.
Maka marilah kita sekarang juga mengambil momentum semangat hari kemerdekaan ini  untuk membangun negara yang kita cintai ini dengan bekerja lebih cepat, memakai cara cara baru, memutar otak dengan kreativitas kreativitas baru, memangkas hal yang tidak perlu, agar kita dapat mengikuti pembalap Rossi yang sering menyalip di tikungan, dan menjadi pemenang. Indonesia bisa menang jika kita menghendaki dan mau. Merdeka..
Marciano Yoseph D