ASAL USUL
Kata Jawa berasal dari kata Yava yang berasal dari bahasa sanskerta yang berarti jelai/ tanaman padi-padian. Ini mengarah pada nama pulau Yavadwipa yang saat ini disebut sebagai pula Jawa. Pusat peradaban masyarakat suku Jawa pada umumnya berada di dekat gunung-gunung yang aktif.
Sedangkan kata Sunda berasal dari kata Sund yang juga berasal dari bahasa sanskerta yang berarti bercahaya. Ini mengarah pada warna kulit mereka yang cenderung lebih terang ketimbang masyarakat Jawa. Alasannya karena, masyarakat suku Sunda memiliki pusat peradaban yang berada di dataran tinggi, hal ini yang menyebabkan warna kulit mereka cenderung lebih terang.
STRUKTUR MASYARAKAT
Masyarakat suku Jawa, Menurut Koentjaraningrat (1963), dibedakan menjadi empat tingkatan sosial, yaitu dhara (bangsawan), priyayi (birokrat), wong dagang atau saudagar (pedagang), dan wong cilik (rakyat kecil). Dhara berada di tingkatan yang paling atas karena merupakan bangsawan, serta berpendidikan. Priyayi berada di tingkatan kedua karena priyayi masih memiliki darah keturunan bangsawan, selain itu juga biasanya priyayi memiliki pekerjaan sebagai pejabat pemerintah.
Wong dagang berada di tingkatan ketiga, karena masih kurang dalam mendapatkan pendidikan yang membuat mereka hanya menjadi pedagang dan sebagian buruh. Wong cilik berada di tingkatan keempat, karena mereka memiliki pekerjaan sebagai petani, pekerja kasar, bahkan pengemis.
Sedangkan dalam masyarakat suku Sunda, golongan sosial hanya dibagi menjadi dua, yaitu golongan menak, dan golongan cacah (somah). Golongan menak adalah golongan yang merupakan keturunan bangsawan dan mempunyai pekerjaan sebagai pegawai negeri atau pejabat pemerintah, yang kemudian menjadi tingkatan tertinggi. Selanjutnya golongan cacah (somah), adalah golongan yang memiliki kedudukan yang rendah, mulai dari pedagang, buruh, petani, dan rakyat jelata.
PERBEDAAN BAHASA
Bahasa Jawa mencerminkan kebudayaan yang tinggi berasal dari nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu, dan menjadi bahasa yang berkembang dengan mempertahankan nilai-nilai luhur di dalamnya. Bahasa Jawa juga menyiratkan budi pekerti luhur, dan tata krama. Ditinjau dari tingkatannya, terdapat dua bahasa Jawa: ngoko dan krama, dan digolongkan menjadi tiga berdasarkan persebarannya, yaitu dialek barat, dialek tengah, dan dialek timur.
Sementara, dalam bahasa Sunda terdapat undak-usuk yang terbagi menjadi Basa Lemes, Basa Loma, Basa Kasar. Pada Basa Lemes, digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau sudah sepuh. Â Basa Loma bersifat tidak terlalu kasar dan tidak terlalu halus, digunakan ketika berbicara dengan orang yang seumuran, teman akrab, serta orang yang usianya di bawah. Sementara Basa Kasar, digunakan ketika seseorang dalam keadaan marah. Bahasa Sunda memiliki enam dialek yang berbeda, yaitu dialek barat, dialek utara, dialek selatan, dialek tengah timur, dialek timur laut, dan dialek tenggara.
STEREOTIP
Masyarakat Jawa memiliki stereotip karakter yang tangguh, dan lebih dikenal sebagai orang yang pekerja keras, ambisius, dan serius. Hal ini dilihat dari latar belakang sejarah, seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Kompleks Dieng. Tetapi, masyarakat Jawa juga memiliki stereotip negative, yaitu bermuka dua, maksudnya adalah beda apa yang diucapkan oleh mulut, beda juga dengan perbuatan yang dilakukan.
Sedangkan dalam masyarakat Sunda memiliki stereotip sebagai orang yang pemalas, dan kurang ambisius. Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor sejarah dimana Kerajaan Pajajaran tidak seekspansionis seperti Kerajaan Majapahit yang mengakibatkan terbentuknya karakeristik orang Sunda yang kurang mempunyai keinginan untuk merantau jika dibandingkan orang Jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H