Mohon tunggu...
Marcellus Hakeng
Marcellus Hakeng Mohon Tunggu... -

male, 32 yr, Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uang Kencingnya Berapa?

18 Januari 2010   06:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24 1932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Uang kencingnya berapa?"

Kata-kata yang tertulis diatas sangat melekat pada diri banyak pelaut Indonesia (maaf! tidak semua pelaut, hanya memang banyak). Terutama bagi pelaut-pelaut yang bekerja diatas kapal berjenis tangker. Entah itu Crude Oil, Palm Oil, Diesel Oil dan masih banyak lagi. Tulisan ini hanya bentuk keprihatinan betapa nurani telah dikalahkan oleh uang.

Banyak sekali cara dan motif yang dilakukan oleh "para pencuri" ini, diantaranya saya coba jabarkan:

1. Menipu perusahaan:

a.Biasanya sebuah kapal sudah bisa dihitung pemakaian maksimal bahan bakar setiap harinya. Hal ini bisa diakali dengan cara: pagi, siang ataupun malam pemakaian listrik dikurangi, banyak lampu-lampu dimatikan, yang lebih parah lagi sampai lampu navigasi (lampu penunjuk keberadaan kapal bagi kapal lain) sampai dimatikan. Penghematan yang didapat dari hal ini kemudian dikumpulkan (biasanya dalam bentuk minyak solar), dan kemudian dijual (biasanya sebulan sekali). Untuk penipuan jenis ini, nominalnya tidaklah terlalu besar mungkin hanya maksimal 2 sampai tiga juta per-orang perbulannya. Satu kapal biasanya dihuni paling minim 10 orang, paling banyak 30 orang.

b. Menjual suku cadang (spare parts) kapal: Peralatan yang ada diatas sebuah kapal tentu membutuhkan perawatan berkala. Hal ini dimanfaatkan oleh pelaut bermental buruk untuk meminta kepada perusahaannya suku cadang kapal padahal peralatan tersebut belumlah rusak. Hal ini terutama dijalankan oleh kapal-kapal yang berada dibawah kendali BUMN.

2. Menipu negara/rakyat: Nah.... Penipuan jenis inilah yang paling berbahaya. Karena bukan hanya melibatkan anak buah kapal juga oknum-oknum negara serta biasanya oknum dari perusahaan itu sendiri. Modusnya antara lain:

a. Seorang yang bertanggung jawab terhadap muatan di darat (loading master), dia menjual kepada pembeli di negara lain atau daerah. Tapi penjualan ini tidak tercatat dan hasil dari penjualan ini langsung dibagi dua dengan anak buah kapal (pihak kapal mendapatkan kurang lebih sepertiga bagian). Bisa dibayangkan kalau sebuah kapal ber kapasitas 3.000.000 liter minyak (ini hanya kapal kecil untuk ukuran normalnya) menjual minyak seharga 3 ribu rupiah (misalnya, penulis tidak tahu angka pastinya) per liternya. Berarti per transaksi pihak kapal akan mendapatkan 3 milyar rupiah yang langsung dibagi sama rata dengan 30 anak buah kapalnya (masing-masing mendapatkan 100 juta rupiah). Angka yang sangat fantastis.

b. Hampir sama motifnya dengan motif a, hanya saja negara atau tempat lainnya adalah sebuah kapal penampungan yang lain yang lebih besar.

Akhirnya, melalui tulisan ini, penulis mengajak para pelaut yang masih mempunyai hati nurani untuk mau membersihkan diri juga berharap agar para pelaut yang masih melakukan hal ini agar tersadar bahwa mereka sudah melakukan pencurian. Sadarlah sebelum terlambat. Reformasi lambat laun akan "bergulir ke laut" juga. Nikmatilah gaji yang memang hak kita dan berikanlah kepada keluarga kita hasil dari kerja keras kita bukan hasil dari "uang kencing" kita.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun