Mohon tunggu...
Marcello Dinesh Asyela
Marcello Dinesh Asyela Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membuka Jalan Menuju Toleransi: Refleksi dari Ekskursi Keagamaan

23 November 2024   16:01 Diperbarui: 23 November 2024   18:50 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kebersamaan Kanisian dan Para Santri (captured by Aloysius Gonzaga Bima Abinaya Waluyo)

"Ya bagaimana tidak, dengan bermodalkan 800 ribu anda tidak perlu pusing memikirkan pendidikan, makan, dan kebutuhan tersier anak anda", sungguh tawaran yang menggiurkan bukan? Tetapi itu hanyalah pemikiran julid yang sebaiknya tidak pernah terlintas. Tentunya para orang tua menitipkan anak mereka ke pesantren dengan harapan anak mereka menjadi pribadi yang soleha dan taqwa kepada Allah. 

Saling berbagi cerita dan keluh kesah dalam dua dunia yang berbeda nampaknya menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi para santri dan siswa kanisius. Bercerita tentang berbagai hal mulai dari pendidikan, hiburan sebagai anak muda, kegiatan keagamaan, bahkan sampai kenakalan masing-masing. Mengenyangkan rasa penasaran masing-masing tanpa adanya rasa waspada. Dari sinilah toleransi yang digaung-gaungkan itu bisa berawal. Sebab dibanding hanya memberikan kata-kata indah tentang toleransi, hidup berdampingan secara akrab dirasa lebih efektif. 

"Orang yang minim toleransi pasti sering hidup dalam lingkungan yang homogen sehingga gagap pluralisme."

~ Pandji Pragiwaksono

Refleksi 

Manusia memanglah makhluk yang sulit menerima perbedaan. Tetapi hal itu memang alami, setiap makhluk hidup pasti sulit menerima perbedaan. Perasaan asing yang tidak biasa sudah selayaknya muncul. Bahkan semut merah dan semut hitam pun bisa berperang untuk melakukan dominasi. Tetapi kita memiliki akal budi, kita mampu melawan sifat naluriah kita, hal itu yang membedakan manusia dari makhluk yang lain. 

Maka toleransi ini sendiri merupakan tanda kemajuan berpikir. Maka dari itu orang-orang yang intoleran adalah manusia yang belum bisa lepas dari sifat naluriah mereka. Atau bisa jadi bisa saja mereka memiliki pengalaman yang buruk yang tidak dapat dilupakan dengan mudah dan ada hubungannya dengan ras atau agama tertentu. Bagaimanapun juga kita sudah seharusnya mentoleransi saudara kita yang seperti itu, dari situ lah kita dapat disebut sebagai makhluk yang toleran.

Kegiatan ekskursi ini telah membuka pandangan para siswa Kanisius bahwa setiap agama dengan caranya masing-masing pasti membawa manusia menuju kedekatan rohani dengan  Tuhan. Yang menciptakan perselisihan bukanlah agama tertentu, tetapi sifat naluriah manusia. 

 

Foto Kebersamaan Kanisian dan Para Santri (captured by Aloysius Gonzaga Bima Abinaya Waluyo)
Foto Kebersamaan Kanisian dan Para Santri (captured by Aloysius Gonzaga Bima Abinaya Waluyo)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun