Sulit untuk mengatakan 'tidak' pada aplikasi TikTok. Aplikasi media sosial yang pertama kali dirilis pada tahun 2017 ini merupakan karya pengembang asal Tiongkok dan telah berhasil menarik perhatian yang luar biasa di kancah internasional. Dalam waktu yang relatif singkat, TikTok mampu menancapkan posisinya di jajaran platform media sosial terpopuler dunia. Bahkan, pada tahun 2023, TikTok berhasil menduduki posisi tiga besar platform media sosial dengan pengguna aktif bulanan terbanyak di Indonesia, setelah YouTube dan Facebook, berdasarkan laporan Monthly Active User dari DataReportal. Keberhasilannya ini bahkan menggeser posisi Instagram yang sebelumnya menduduki peringkat yang lebih tinggi.
Fenomena ini tidaklah mengherankan, mengingat TikTok menawarkan interaksi yang sangat dinamis di antara sesama penggunanya. Bagi pengguna aktif terutama yang sering mengunggah konten, kemungkinan salah satu atau beberapa video mereka mendapatkan views yang sangat tinggi adalah sesuatu yang sangat mungkin, bahkan tanpa perlu memiliki banyak pengikut. Hal ini disebabkan oleh tingkat engagement rate TikTok yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan platform media sosial lainnya. TikTok dapat menampilkan konten kepada audiens yang relevan sesuai dengan ketertarikan pengguna dan menawarkan kesempatan yang sama pada setiap video untuk menjadi viral terutama bila relate dengan tren tertentu. Sangat menggiurkan bukan?Â
Tren Streaks di TikTok
Salah satu fitur menarik yang semakin memikat pengguna TikTok adalah fitur streaks yang terdapat pada menu Direct Message. Fitur ini bekerja dengan mencatat dan menampilkan rutinitas pengiriman pesan antara dua pengguna. Sesuai namanya, streaks adalah angka yang terus bertambah setiap kali pengguna saling mengirimkan pesan secara berkala setiap hari. Fitur ini ditandai dengan angka dan simbol api (flame icon) yang akan terus berubah tampilannya seiring bertambahnya angka streaks.
Menariknya, fitur ini telah berkembang menjadi lebih dari sekadar fungsi komunikasi biasa. Banyak pengguna TikTok yang menjadikan streaks ini sebagai bagian dari tren yang unik, yaitu memamerkan angka streaks mereka kepada orang lain, khususnya kepada teman-teman dekat atau orang tertentu. Bagi sebagian orang, angka streaks yang tinggi menjadi semacam simbol keakraban dan kedekatan, yang secara tidak langsung memacu mereka untuk lebih sering berinteraksi atau bahkan sekadar mengirim pesan. Namun yang sedikit menggelitik adlaah beberapa orang setiap harinya hanya mengirim pesan asal-asalan hanya untuk menambah angka streaks tanpa adanya komunikasi yang berkonteks. Tren ini seolah-olah menjadi ajang kompetisi di antara pengguna TikTok, di mana pengguna akan berlomba-lomba untuk mempertahankan angka streaks mereka setinggi mungkin dan memamerkannya.
Namun, meskipun fitur ini terlihat baru di TikTok, ide dasarnya bukanlah inovasi yang baru. Konsep yang sama sebenarnya sudah pernah digagas oleh Snapchat. Pada Snapchat cara kerjanya kurang lebih sama, pengguna juga diharuskan mengirimkan foto atau pesan kepada pengguna lainnya untuk menambah angka streaks.Â
Mendorong Keaktifan Pengguna
Fitur seperti streaks bukan sekadar tambahan kecil, melainkan bagian dari strategi besar untuk mempertahankan tingkat keaktifan pengguna di platform. Dengan adanya fitur ini, TikTok seolah-olah "memaksa" pengguna untuk terus membuka aplikasi dan melakukan interaksi, meskipun hanya dengan mengirimkan pesan sederhana kepada sesama pengguna. Namun, daya tarik TikTok tidak berhenti di situ. Begitu pengguna membuka aplikasi pasti tergoda untuk menyaksikan beragam konten yang telah diatur algoritma TikTok berdasarkan interest masing-masing pengguna. Hal ini sering kali membuat pengguna lupa waktu karena mereka asyik menelusuri konten demi konten yang sangat relevan dengan preferensi mereka.
Fenomena ini merupakan salah satu alasan mengapa TikTok menunjukan angka pengguna harian (daily active users) yang terbilang tinggi dibandingkan platform sosial media lainnya. Penggabungan antara fitur interaktif seperti streaks dengan interest pengguna yang dipersonalisasi secara otomatis oleh algoritma membuat TikTok menjadi platform yang adiktif dan sulit untuk diabaikan.Â
Bagaimana menurut pembaca? Apakah normal bila hubungan keakraban dengan orang lain hanya sebatas mempertahankan streaks? Bukankah rasanya seperti dikontrol oleh suatu angka yang maya? Semuanya kembali pada pendapat masing-masing, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat sebisa mungkin memanfaatkan sosial media untuk kepentingan yang baik.Â
Cheers!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H