Mohon tunggu...
Bernardus Marcello Agieus
Bernardus Marcello Agieus Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Ingin menyampaikan isi kepala saya dalam bentuk tulisan agar dapat menjadi bahan diskusi bersama manusia lainnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Raya Imlek sebagai Simbol Toleransi Belum Terwujud

1 Februari 2022   18:24 Diperbarui: 1 Februari 2022   18:28 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang kancah politik, tentu sangat lekat dengan tokoh Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan saat ini sebagai Komisaris Utama Pertamina. Ahok dapat dikatakan sebagai salah satu sosok ber-etnis Tionghoa yang paling menonjol di dunia politik. 

Mengesampingkan Ahok, keterlibatan etnis ini dalam kancah politik mulai muncul setelah Soeharto lengser tepatnya setelah tahun 1998, dengan keterlibatan sekitar tiga partai yang dibentuk masyarakat Tionghoa, yakni Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Parti), Partai Pembauran Indonesia, dan Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia (PBI). 

Memasuki era reformasi, keterlibatan etnis Tionghoa semakin berkembang meski jumlahnya masih sangat sedikit. Pada Pemlu 2004, tercatat terdapat sekitar 150 caleg yang berpartisipasi.

Pada Pemilu 2009, tercatat terdapat 213 caleg dan 315 caleg pada Pemilu 2014. Kembali ke Ahok, sejujurnya kepemimpinan beliau sebagai Gubernur DKI Jakarta menjadi contoh positif betapa baiknya pemimpin etnis Tionghoa yang tegas, hal ini terbukti dengan berbagai inovasi di ibukota pada masanya. 

Namun, polemik politik Ahok dengan Anies pada Pilkada 2017 memunculkan babak baru dalam politik toleransi, khususnya terhadap etnis Tionghoa. Pilkada 2017 memunculkan kembali istilah pribumi dan non-pribumi, serta berbagai sentimen negatif terhadap etnis Tionghoa yang 'hampir' tenggelam. Permainan politik SARA pasca-Pilkada 2017 masih terasa kental hingga saat ini.

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi, sudah semestinya kita ikut menjaga dan melestarikan, bukan saling menjatuhkan satu sama lain. Perbedaan fisik, kultur, budaya, ras, suku, agama bukan sebagai penentu nasionalisme setiap orang, namun sikap dan tindakan kita sebagai sesame warga negara Indonesia yang paling menentukan. 

Kita semua harus bangga dan ingin mewujudkan lingkungan yang satu, adil, setara, dan toleran. Selamat Hari Raya Imlek 2022, sebuah hari raya yang menjadi simbol toleransi namun belum terwujud. Gong Xi Fa Cai.

sumber: pexels.com
sumber: pexels.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun