Cerita Sebelumnya http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/07/10/yang-bias-itu-mulai-jelas-575717.html
Hari berikutnya, temanku, Romi, meneleponku, dia bilang dalam waktu dekat ini dia dan teman-temannya di sana akan mengadakan acara semacam seminar. Aku dimintanya menjadi salah satu pembicara. Dia bilang dia butuh pandangan dari seorang perempuan untuk acara itu. Aku mengiyakan saja apa yang Romi inginkan, toh akan bagus juga untukku, aku bisa jalan-jalan ke tempatnya di Kalimantan sana. Apalagi disana ada Mario, aku bisa sekalian bertemu dengannya. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Sambil menyelam minum air,pikirku sambil tersenyum.
"Kamu kontak dengan Mario ya, aku serahkan acara ini padanya. Dia yang mengurus semuanya. Aku terlalu sibuk kalau semua aku kerjakan sendiri. Ok ya Lea, aku percaya padamu dan Mario," ucap Romi sebelum menutup teleponnya.
"Tenang Lea, tenang. Keep calm. Jangan bikin rusuh. Jangan kacaukan semua karena tingkah konyolmu," kataku pada diri sendiri. Aku harus menenangkan hati. Bersikap profesional dan proporsional. Ini acara organisasi, jangan terlalu melibatkan hati, atau semuanya bisa berantakan karena aku tak bisa fokus. Dan aku tak mau hal itu terjadi.
Tapi bagaimana aku bisa menghubungi Mario?? Ahhh Romi juga, dia menyuruhku komunikasi dengan Mario, tapi dia tak memberikan nomor ponsel Mario padaku. Aku juga tak mau bertanya pada Romi, karena ku tahu dia sedang sangat sibuk.
Aku  berpikir, satu-satunya cara kontak dengan Mario, untuk sementara ini hanyalah lewat Facebook. Aku bisa tanya saja pada Mario secara langsung.
Siang itu aku bersantai ria karena tak ada tugas yang aku kerjakan. Seharian hanya di rumah saja. Kegemaranku bersosialisasi di dunia maya bukan hanya semata karena ingin populer atau apa, tapi karena bisa berdiskusi dengan mereka yang tak aku kenal, tapi sangat bisa dijadikan masukan dalam membangun hal positif dalam diri aku.
Ku coba masuk ke Facebook, seperti biasa, ku cari Mario disitu, tapi sayang aku tak menemukannya online. Dia sedang sibuk mungkin, pikirku. Ku tinggalkan saja pesan untuknya, aku memintanya membalas pesanku kalau dia membacanya.
Sekitar satu jam kemudian, ketika aku sedang membaca-baca status teman-teman Facebook-ku, aku mendapat balasan pesan dari Mario. Rupanya dia baru membuka Facebooknya. Aku memberitahunya bahwa Romi meneleponku tadi pagi, dan aku disuruh Romi menghubunginya terkait acara. Kami pun membahasnya, walau tidak terlalu detail. Mario meminta nomor hpku dengan alasan supaya dia bisa menghubungiku masalah acara. Masuk akal memang, tapi aku tak ingin dia mendapatkan nomor hpku. Aku berpikir mungkin saja Mario hanya menyimpan saja tanpa menghubungiku, atau jangan-jangan dia malah tidak menyimpannya.
"Berikan aku nomormu, nanti aku sms kamu ya," kataku padanya. Aku berpikir bahwa lebih baik aku yang menyimpan nomornya, jadi aku bisa kapan saja menghubunginya.
Dan Mario-pun memberikan nomor hpnya padaku. Senang bukan kepalang. Langsung ku simpan nomornya di hpku, dan ku sms dia, "ini nomorku. Lea" tulisku dalam sms. Aku tahu dia harus menyimpan nomorku. Walaupun bukan untuk alasan pribadi, setidaknya untuk acara.