Sebelumnya : http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/07/10/sph-2-terjerat-cinta-bias-575537.html
Semakin hari aku semakin dekat dengan Mario. Aku nyaman ngobrol dengannya. Dia asyik diajak bicara. Hal-hal kecil dan sederhana pun menjadi menarik ketika diobrolkan dengannya, apapun ceritanya pasti menjadi bahan diskusi yang seru.
Dimulai dari diskusi, lama kelamaan mulai membicarakan tentang pribadi kami. Tentang masa lalu, tentang pekerjaan, juga tentang keseharian. Dari situ aku mulai mengetahui tentang Mario, tentang siapa dia, dan mulai bisa menerka pribadinya seperti apa.
Tapi ada satu hal, dia tak pernah membicarakan kekasihnya. Ini yang membuat  aku penasaran.
"Apa kabar perempuanmu, Mario?" tanyaku hati-hati, tak ingin menyinggungnya.
"Perempuan yang mana? Hahaha aku tak punya perempuan," jawabnya sambil tertawa renyah.
"Lalu, siapa itu yang kamu cantumkan di info profilmu?" tanyaku penuh selidik.
"Ooh, dia hanya temanku. Dia memintaku untuk berpasangan di facebook ini," jelasnya.
Aku tak bisa menyembunyikan rasa girangku. Aku tertawa lebar. Rasanya lega sekali membaca jawabannya di percakapan facebook itu.
Tapi sekali lagi aku mengernyitkan kening, kalau dia memang tidak berpacaran dengan gadis itu, lalu, yang marah-marah dengannya di dinding facebook itu siapa lagi? Apa itu kekasih yang sesungguhnya? Rasa senangku bercampur bingung. Apa itu memang kenyataannya? Ataukah dia hanya berpura-pura saja di depanku?
"Ooh begitu rupanya. Tapi ku lihat kamu punya banyak fans ya? Banyak penggemar. Ku lihat beberapa gadis marah dan kecewa, mereka tulis itu di wall facebookmu kan?" tanyaku lagi.
"Hahaha" hanya itu jawabnya.
Jawaban yang entah apa maksudnya. Tapi karena aku harus melanjutkan aktifitasku, aku pamit pada Mario dari dunia maya, kembali ke dunia nyata.
Selama aku melanjutkan aktifitasku, pertanyaan-pertanyaan tentang Mario tak kunjung sirna. Aku ingin tahu lebih jauh tentangnya. Aku penasaran, untuk butuh jawaban.
Malam hari sebelum tidur, aku kembali membuka situs jejaring sosial itu lagi. Ku harap Mario pun ada di sana. Dan benar saja, dia ada. Ku sapa dia, dan kami pun mulai berbincang.
"Arti ketawamu itu apa ya? Yang tadi siang itu... Benar ya kataku, kamu banyal penggemar?" tanyaku padanya.
"Mereka itu kenal denganku hanya sebatas kenal saja. Kalau mereka bertindak gila seperti itu, bukan tanggung jawabku kan? Malas aku ladenin mereka, tar disangka aku perhatian lah dengan mereka hehehe," balasnya dengan ringan.
Aku berusaha mempercayai kata-katanya. Biarlah, pikirku, yang penting dia mengaku tidak punya pasangan, sehingga kesempatanku untuk menjadi pasangannya terbuka lebar. Setidaknya, yang bias itu mulai menjadi jelas.
^#########^
bersambung...............
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H