Mohon tunggu...
Marcellino Grant Hadisiswoyo
Marcellino Grant Hadisiswoyo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

:)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keberagaman Bukanlah Ancaman, Melainkan Sebuah Kekuatan

16 November 2024   18:38 Diperbarui: 16 November 2024   18:50 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak ada yang lahir membenci sesama manusia karena warna kulit mereka, latar belakang mereka, atau agama mereka. Orang-orang belajar untuk membenci, dan jika mereka bisa belajar membenci, mereka bisa diajari untuk mencintai, karena cinta datang lebih alami ke hati manusia daripada kebencian." ~ Nelson Mandela, Long Walk to Freedom (1994).

Indonesia adalah negara yang dibentuk di atas kekayaan keberagaman. Sebagai negeri dengan lebih dari 17.000 pulau, ratusan suku, dan enam agama yang diakui, perbedaan adalah bagian tidak bisa dipisahkan dari identitas bangsanya. Namun, realitas keberagaman ini juga membawa tantangan besar. Bagaimana kita, sebagai masyarakat, dapat hidup bersama dalam damai tanpa menjadikan perbedaan sebagai alasan perpecahan?

Pengalaman live in di Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon di Tasikmalaya menjadi refleksi yang nyata akan pentingnya toleransi di tengah keberagaman. Dalam tiga hari, kanisian kelas 12, siswa dari SMA Kolese Kanisius, hidup bersama para santri, berbagi cerita, dan menjalin persahabatan yang melampaui batas keyakinan dalam acara ekskursi lintas agama.

Keberagaman Menjadi Anugerah atau Tantangan?

Banyak yang memandang keberagaman sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, keberagaman memperkaya kehidupan, membawa warna dan perspektif yang berbeda. Di sisi lain, tanpa pengelolaan yang baik, perbedaan tentunya dapat memicu konflik dan keributan.

Dalam sejarah Indonesia, perbedaan agama sering kali menjadi masalah yang sensitif. Di tengah masyarakat yang multikultural, berbagai macam prasangka buruk dan stereotip bisa dengan mudah tumbuh, menciptakan situasi-situasi yang memisahkan bangsa. Namun, pengalaman ekskursi di pesantren ini menjadi bukti bahwa perbedaan tidak harus memisahkan. Perbedaan justru dapat menjadi jembatan untuk saling belajar dan memahami dalam diskusi yang sehat.

Ketika seorang santri bertanya kepada salah satu kanisian, “Apakah sulit menjadi minoritas di Indonesia?”, pertanyaan itu tidak hanya mencerminkan rasa ingin tahu tetapi juga keinginan untuk memahami perspektif lain. Jawaban yang diberikan bukan sekadar informasi, tetapi juga ajakan untuk berdialog lebih dalam, membangun kepercayaan, dan menghapus prasangka.

Keberagaman di Pesantren

Kehidupan di pesantren adalah cerminan sederhana dari keberagaman yang harmonis. Bangun dini hari untuk shalat subuh, mengaji bersama, dan menjalani hari dengan disiplin adalah rutinitas yang mendefinisikan kehidupan para santri. Bagi Kanisian, ini adalah pengalaman baru yang menantang, tetapi juga membuka mata terhadap nilai-nilai universal yang dijalani dengan penuh keyakinan.

Ketika makan bersama, berdiskusi, atau bermain futsal, semua batasan seolah menghilang. Tidak ada lagi label “Katolik” atau “Muslim”, yang ada hanyalah manusia yang berbagi tawa dan pengalaman. Momen-momen ini adalah pengingat bahwa persahabatan sejati tidak membutuhkan kesamaan keyakinan, hanya kemauan untuk saling menghormati dan memahami.\

Penerapan Toleransi Dari Teori ke Praktik

Toleransi sering kali dipahami banyak orang sebagai “hidup berdampingan tanpa konflik.” Namun, pengalaman ini menunjukkan bahwa toleransi adalah lebih dari itu. Toleransi adalah tentang menghidupi keberagaman, menerima perbedaan sebagai bagian dari kehidupan, dan melihat persamaan-persamaan yang mengikat kita semua sebagai manusia.

Dalam bukunya, The Dignity of Difference, Rabbi Jonathan Sacks menulis, “Perbedaan adalah apa yang menjadikan kita manusia. Jika kita semua sama, kita tidak akan memiliki apa-apa untuk dipelajari dari satu sama lain.” Pandangan ini tercermin dalam interaksi-interaksi yang terjadi selama ekskursi, dari belajar tentang tradisi ibadah hingga diskusi tentang nilai-nilai yang diyakini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun