Mohon tunggu...
Marcellino Grant Hadisiswoyo
Marcellino Grant Hadisiswoyo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

:)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kepemimpinan Sepihak yang Mengancam Sportivitas

8 November 2024   20:03 Diperbarui: 8 November 2024   21:40 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia vs Bahrain. Sumber: Dok. PSSI

Kekuasaan yang tak terkontrol sering kali menghasilkan keputusan yang merugikan banyak pihak, terutama dalam dunia olahraga di mana prinsip keadilan seharusnya menjadi yang utama. Keputusan wasit yang kontroversial dalam pertandingan Indonesia vs Bahrain menjadi contoh nyata betapa lemahnya pengawasan terhadap otoritas yang seharusnya menjaga integritas pertandingan.

Seiring berjalannya waktu, kita sering kali menyaksikan betapa mudahnya segelintir pemimpin atau otoritas menggunakan kekuasaan mereka untuk memanipulasi situasi tanpa harus takut akan konsekuensi yang berarti. Hal ini tidak hanya terjadi di dunia politik, tetapi juga merambah ke berbagai sektor, termasuk olahraga. Keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak oleh mereka yang memiliki otoritas sering kali mengabaikan prinsip keadilan, hanya demi melanggengkan kekuasaan atau mencapai keuntungan pribadi. Tanpa adanya mekanisme kontrol yang efektif, kecurangan terus berlanjut, dan rasa keadilan pun tergerus.

Kasus kontroversial pertandingan antara Indonesia dan Bahrain di kualifikasi Piala Dunia 2026 baru-baru ini menjadi contoh nyata dari bagaimana pemimpin atau otoritas bisa bertindak sesuka hati. Dalam pertandingan tersebut, wasit yang seharusnya menjalankan tugasnya secara netral malah memicu banyak pertanyaan dengan berbagai keputusan yang menguntungkan satu pihak. Dari tambahan waktu yang tidak masuk akal hingga gol yang dianggap offside, keputusannya tampak tidak mendapatkan sanksi atau pengawasan yang jelas. Ketika otoritas semacam ini dibiarkan tanpa ada konsekuensi yang jelas, maka sportivitas dan keadilan di lapangan atau bahkan di dunia yang lebih luas akan semakin terkikis.

Banyak orang berspekulasi bahwa dalam pertandingan antara Indonesia dan Bahrain, ada kejadian manipulasi dan keputusan sepihak oleh otoritas. Namun, peristiwa tidak hanya terbatas pada dunia olahraga. Di dunia politik, penyalahgunaan kekuasaan juga sering kali terjadi tanpa adanya sanksi yang membuat jera para pelakunya. Pemimpin atau pejabat yang semena-mena cenderung bisa bertindak tanpa pengawasan ketat, memanipulasi aturan sesuai dengan kepentingannya. Contohnya, dalam beberapa kasus politik di berbagai negara, pemimpin sering menggunakan kekuatan mereka untuk mempengaruhi keputusan hukum, melindungi diri dari tuduhan korupsi, atau bahkan memutarbalikkan kebijakan demi keuntungan sendiri.

Perbandingan yang mencolok dapat dilihat dari negara-negara yang menerapkan standar integritas lebih tinggi dalam kepemimpinan, baik di ranah politik maupun olahraga. Di beberapa negara Skandinavia, misalnya, transparansi dan pengawasan terhadap pejabat publik sangat ketat. Pemimpin yang melakukan kesalahan kecil sekalipun harus menghadapi konsekuensi serius, berbeda dengan beberapa negara atau sektor lain di mana kecurangan atau manipulasi dibiarkan berjalan tanpa hukuman. Dalam sepak bola, negara-negara dengan sistem pengawasan wasit yang ketat dan adil jarang mengalami skandal seperti yang dialami dalam pertandingan Indonesia vs Bahrain.

Bayangkan jika sebuah pertandingan sepak bola adalah kegiatan yang sepenuhnya diawasi oleh otoritas yang benar-benar adil dan transparan. Setiap keputusan wasit dicek dengan cermat menggunakan teknologi seperti VAR dan setiap pelanggaran aturan yang dilakukan oleh pemain atau wasit langsung mendapatkan sanksi keras. Dalam situasi ini, tidak ada ruang bagi kecurangan atau keputusan sepihak yang bisa mengubah pertandingan. Ini menciptakan suasana di mana semua tim merasa diperlakukan dengan adil dan para pemain bermain dengan semangat sportivitas yang sesungguhnya.

Namun, situasinya berbeda dalam kasus Indonesia vs Bahrain. Wasit yang seharusnya menjalankan tugas dengan netralitas tampak memberikan keputusan yang mencurigakan. Gol pada menit-menit akhir yang dinilai offside, namun tetap disahkan tanpa peninjauan VAR, menjadi contoh nyata bagaimana ketidakadilan dapat terjadi di depan mata. Sama seperti seorang hakim di ruang sidang yang menutup mata terhadap bukti yang jelas, wasit yang tidak menggunakan teknologi yang ada menjadi ilustrasi betapa rusaknya sebuah sistem ketika otoritas yang seharusnya menjaga keadilan justru berperan dalam memperburuk situasi.

Seorang pemimpin sejati tidak hanya berperan sebagai pembuat keputusan, tetapi juga harus memiliki integritas dan tanggung jawab moral. Dalam olahraga, wasit atau otoritas yang diberikan kuasa harus mampu menjaga netralitas dan sportivitas. Prinsip kepemimpinan yang baik memerlukan adanya tanggung jawab untuk menjaga keadilan bagi semua pihak yang terlibat, bukan hanya segelintir yang diuntungkan. Wasit yang bertindak tanpa mempertimbangkan keadilan hanya akan mencederai kepercayaan publik dan merusak semangat kompetisi yang seharusnya mendasari setiap pertandingan. Keputusan kontroversial dalam pertandingan antara Indonesia dan Bahrain adalah cerminan nyata bagaimana pemimpin yang menyalahgunakan kuasa mereka justru memperburuk kepercayaan publik.

Pada kenyataannya, ketidakadilan yang terjadi dalam pertandingan Indonesia melawan Bahrain menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap otoritas yang seharusnya menjaga keadilan di lapangan. Penambahan waktu yang tidak masuk akal dan keputusan gol yang dianggap offside tanpa peninjauan melalui VAR benar-benar melukai semangat sportivitas. Ini menegaskan bahwa otoritas yang tidak diawasi dengan ketat sering kali bebas dari konsekuensi meskipun melakukan kesalahan yang merugikan banyak pihak. Sayangnya, kejadian ini bukan hanya mencoreng nilai keadilan dalam olahraga, tetapi juga menggambarkan kondisi umum kepemimpinan di berbagai sektor, di mana kekuasaan cenderung menjadi alat untuk meraih keuntungan sepihak tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Kondisi ini mirip dengan sebuah kapal besar yang seharusnya memiliki seorang nahkoda bijak yang mampu menavigasi kapal dengan tepat di lautan lepas. Namun, ketika nahkoda tersebut mengabaikan peta dan memilih jalur berbahaya, kapal akan karam, membawa serta seluruh penumpang dalam kehancuran. Wasit dalam sepak bola memiliki peran serupa; mereka adalah pengarah jalannya pertandingan. Ketika keputusan mereka dipengaruhi oleh bias atau keinginan untuk memenangkan pihak tertentu, integritas pertandingan menjadi seperti kapal yang kehilangan arah, siap karam di tengah badai manipulasi.

Di tengah berbagai kontroversi yang terus bermunculan, suara-suara kritis dari publik semakin nyaring menuntut adanya perbaikan dalam sistem kepemimpinan dan pengawasan di berbagai bidang, termasuk olahraga. Lapangan sepak bola yang seharusnya menjadi simbol sportivitas malah dipenuhi dengan kekhawatiran akan ketidakadilan. Para pemain merasa ragu untuk berjuang sepenuhnya jika kemenangan mereka dapat direnggut oleh keputusan yang tidak adil. Masyarakat tidak lagi dapat menikmati pertandingan dengan perasaan bangga, melainkan dengan kecemasan akan manipulasi yang bisa terjadi kapan saja, seakan-akan setiap detik itu tidak pasti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun