Membicarakan kesetaraan Gender tidak ada habisnya, perjuangan yang tidak serentak membuat perempuan statusnya tetap nomer dua. Hal yang perlu disyukuri salah satunya mengenai perkembangan teknologi, perkembangan teknologi membuat kampanye-kampanye mengenai hak perempuan dengan cepat menyebar luas. Penulis juga ingin berterima kasih kepada organisasi-organisasi perempuan yang mendukung perubahan hak perempuan.
Tapi, ada beberapa hal yang juga menghambat penyetaraan gender, terkhususnya di Indonesia. Tradisi dan budaya menjadi permasalahan utama dalam penyetaraan gender, alih-alih tidak mendukung hak perempuan justru malah menghalangi perempuan yang berkeinginan untuk maju. Berikut adalah beberapa upaya untuk mengatasi tradisi dan budaya yang menempatkan perempuan tidak setara dengan laki-laki:
Pendidikan dan Sensitisasi
Memastikan bahwa masyarakat memahami hak-hak perempuan dan diskriminasi gender melalui pendidikan dan sensitisasi. Memastikan bahwa perempuan memiliki hak atas pendidikan setara, dan sensitisasi terhadap pentingnya pendidikan. Melalui pendidikan yang menunjang, perempuan mampu bersaing secara kognitif, perempuan juga lebih bebas dalam memilih kesempatan dalam kesejahteraan hidup.
Tidak sedikit orang tua justru lebih mengusahakan pendidikan untuk anak laki-lakinya ketimbang anak perempuannya. Anak laki-lakinya dianggap aset yang nantinya akan menaungi keluarga, sehingga untuk suatu keluarga yang hidupnya terjamin diperlukan kepala keluarga (laki-laki) yang pendidikanya menunjang. Tapi orang tua lupa, bahwa perempuan bisa saja berperan sebagai kepala keluarga.
Penegakan Hukum
Menegakkan hukum yang adil dan memberikan sanksi bagi pelaku diskriminasi gender. Penegak hukum perlu lebih memerhatikan lagi mengenai diskriminasi gender.Â
Penegak hukum yang kurang memperhatikan kesetaraan gender dapat menunjukkan perilaku diskriminatif terhadap wanita, seperti, Menyalahkan korban pelecehan seksual dan menganggap mereka bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan terhadap mereka. Mendiskreditkan saksi-saksi wanita dan menganggap tuduhan mereka tidak valid.Â
Mengabaikan kekerasan dalam rumah tangga dan menganggap hal tersebut sebagai masalah pribadi, bukan masalah hukum. Melakukan tindakan penangkapan yang tidak sesuai dengan prosedur, termasuk menangkap atau memaksa wanita untuk memberikan keterangan tanpa hadirnya pengacara atau orang yang mereka percayai.
Penegak hukum yang tidak memperhatikan kesetaraan gender bisa merugikan korban dan memperburuk situasi bagi wanita, dan juga merugikan profesionalisme dan integritas profesi penegak hukum.Â