Melihat kondisi itu Farid yang juga Ketua PB IDI tersebut tidak secara tegas menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan sangsi tegas bagi para dokter atau petugas kesehatan lainnya yang masih memiliki kebiasaan merokok.
Tapi ia hanya mengatakan bahwa pihaknya mengikuti saja peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah.
“Kami sangat mendukung upaya Pemprov DKI Jakarta dalam memberikan sanksi bagi para perokok yang tidak mengindahkan peraturan dan kami juga segera mengajukan untuk membuat larangan merokok bagi para pekerja kesehatan yang bertugas di Rumah Sakit hingga Puskesmas,” kata Farid.
Ia menambahkan, pihaknya mendukung upaya pemerintah untuk menaikkan cukai rokok, sehingga hal itu diharapkan dapat menghambat generasi muda merokok karena harganya makin mahal.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil riset di Eropa bahwa kerugian yang diakibatkan oleh prilaku merokok masyarakat mencapai tiga sampai empat kali pendapatan negara tersebut.
“Artinya jika pendapatan pemerintah Rp30 triliun maka kerugian akibat merokok adalah Rp120 trilyun,” ujar Farid.
Padahal menurutnya, selisihnya senilai Rp90 trilyun jika dikonversikan untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi di seluruh pelosok tanah air, maka problem tersebut bisa diselesaikan dalam waktu hanya tiga bulan.
SUMBER :
Riset Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia (LDFEUI)
dan Aditya Wardhana, wartawan Voice of Human Right - VHR.Media.com
http://bebasrokok.wordpress.com/2009/02/04/pajak-rokok-vs-kerugian-negara-akibat-rokok/
Esensi dari tugas ini adalah agar kita berpikir kritis terhadap lingkungan sekitar, tentang dampak negatif dan positif dari suatu hal dari satu sudut pandang atau lebih, dan menyebarluaskan informasi ini untuk menyadarkan masyarakat tentang banyaknya kerugian yang disebabkan oleh rokok jika dilihat dari segi ekonomi.