Acara menabuh Gordang itu diawali dengan adanya sidang para pengetua adat. Sidang pengetua adat itu dipimpin oleh salah seorang pengetua adat yang hadir. Ketika diberi kepercayaan untuk memimpin sidang adat itu maka pengetua adat tersebut disebut sebagai "Raja Panusunan" yang mempunyai dua peran yaitu,1). memimpin sidang adat dan 2). menyimpulkan hasil keputusan para pengetua adat .
Sidang pengetua adat itu dilaksanakan diatas pentas yang telah disiapkan untuk itu .Para pengetua adat duduk diatas tikar adat yang disebut "Amak Lampisan" atau tikar berlapis. Tikar yang tertinggi status nya pada adat Mandailing adalah "Amak Lampisan" tujuh lapis.
Sidang adat diawali dengan makan pulut beserta inti yang terbuat dari kelapa dan ditaburi gula aren. "Mangan Sipulut" atau makan pulut dimaknai agar semua yang dibicarakan pada sidang itu menjadi lekat mengikat untuk semua yang hadir.
Selesai makan pulut, acara dilanjutkan dengan menyuguhkan sirih kepada para pengetua adat.
Sirih beserta tembakau, soda kapur dan Pinang diletakkan diatas "partaganan" tempat sirih yang terkembang yang terbuat dari anyaman batang pandan. Setelah sirih disuguhkan dan dinyatakan telah diterima oleh para pengetua adat ,maka yang empunya kerja atau yang disebut " suhut" mulai mengutarakan isi hatinya .Inti dari yang diucapkannya ialah memohon persetujuan para pengetua adat agar "uning- uning-an ni ompunta na jumolo  sundut I" (alat musik yang diwariskan dari leluhur) dapat ditabuh atau dibunyikan mulai hari itu.
" Suhut " juga sangat paham ,salah satu syarat agar Gordang dapat ditabuh maka pada hari itu sudah disembelih kambing yang dalam bahasa adat disebut "orbo janggut namarsisio  I taruma". Arti harfiah dari istilah ini ialah " kerbau berjanggut yang bertempat tinggal di kolong rumah " .
Tentu kita tahu tidak ada kerbau yang berjanggut tetapi demikianlah bahasa adat Mandailing menggambarkan hewan kambing.
Hasrat Suhut ini kemudian diperkuat oleh kerabat keluarga yang lain. Kemudian para pengetua adat yang hadir memberi tanggapan terhadap permintaan yang empunya acara adat itu.
Sesudah masing masing pengetua adat memberi tanggapan berupa persetujuan maka pengetua adat yang memimpin sidang adat itu (Raja Panusunan) menyatakan persetujuannya.
Dengan persetujuan itu diletakkanlah dua buah gendang kecil dan dua buah gong di depan Raja Panusunan yang didampingi " Datu Pargondang". Datu Pargondang adalah seorang ahli gendang atau juga pemimpin grup Gordang Sambilan.
Raja Panusunan dan Datu Pargondang mengoleskan soda kapur ke kedua  buah gong itu.