Kelompok ini janganlah mempersoalkan pelanggaran HAM masa lalu itu karena pada era Jokowi ada juga kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas yakni berkaitan dengan penyiraman air keras yang mengenai mata Novel Baswedan. Oleh karena kasus ini belum tuntas maka janganlah dipersoalkan kasus pelanggaran HAM masa lalu itu.
Kalau mau terus mempersoalkannya juga, seharusnya Jokowi memberikan satu matanya untuk Novel Baswedan. Sebuah peristiwa memang sudah terjadi yakni sebelah mata penyidik senior KPK itu rusak akibat kena siraman air keras. Fakta juga menunjukkan sampai sekarang belum terungkap siapa pelaku dan dalang dari peristiwa itu.
Tetapi wajar juga dipertanyakan apakah karena belum terungkapnya kasus itu, lalu tanggung jawab pengungkapan kasus berada di tangan Jokowi? Â Karena belum terungkap itu lalu Jokowi harus dituntut menyerahkan satu matanya untuk Novel?Â
Sepanjang yang disimak tidak ada tanda tanda bahwa Jokowilah yang memerintahkan penyiraman air keras ke Novel Baswedan. Memang sampai sekarang belum dapat diungkapkan siapa yang memerintahkan perbuatan keji itu. Namun dapat dipastikan bukan Jokowi yang memerintahkannya .
Walaupun kejadian itu dimasa Jokowi dan dimasanya juga kejadian itu belum terungkap, tapi tidak layaklah hukuman diberikan kepada mantan Walikota Solo itu. Bahwa dimasa Jokowi kasus itu belum terungkap memang benar.
Karenanya  merupakan hak pemilih lah untuk menilai penegakan HAM dimasa pemerintahannya . Sama halnya dengan isu pelanggaran HAM dimasa lalu, merupakan hak publik juga lah untuk menilai rekam jejak seseorang yang berkaitan dengan masa lalunya itu.
Dalam konteks yang demikianlah saya menilai pernyataan Andi Arief berkaitan dengan pemberian satu mata Jokowi ke Novel Baswedan itu merupakan usulan yang ngawur.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H