Saya tidak ingat persis berapa lama jenderal kelahiran Bolang Mongondow Sulawesi Utara itu bertugas di Medan. Tetapi sampai ia selesai bertugas sebagai Pangkoanda Sumatera, gagasannya tentang jalan Trans Sumatera itu tidak pernah terwujud.
Tidak hanya itu, sampai sekarang jalan Trans Sumatera yang didambakan masyarakat itu juga belum pernah dilaksanakan.
Berkaitan dengan hal itulah, keinginan atau ambisi Jokowi membangun, tidak hanya sebatas jalan biasa, tetapi jalan tol lintas Sumatera seharusnyalah sesuatu yang harus dihargai masyarakat yang berasal dan bertempat tinggal di pulau Andalas itu. Hasrat yang demikian sudah lama membara di hati rakyat.
Kemudian ada hal lain yang saya pelajari tentang keinginan Mokoginta untuk bangun jalan Trans Sumatera. Jenderal bintang tiga itu punya niat yang sungguh-sungguh untuk membangun jalan itu. Tetapi karena keterbatasan waktu, niat mulia itu belum jadi diwujudkan.
Sesudah lima puluh tahun, Jokowi menjadikan pembangunan jalan tol sebagai Proyek Strategis Nasional.
Mantan Gubernur DKI itu punya mimpi bangun tol dan mimpi itu mampu diwujudkannya. Hal tersebut  terutama ditopang oleh niatnya yang kuat untuk membuka keterisolasian beberapa wilayah di negeri ini.
Jadi niat dan gagasan saja tentu tidak cukup harus ada kemampuan dan keberanian untuk mengeksekusi gagasan itu.
Apa yang terjadi kalau ada orang atau kelompok yang ia tahu tidak punya kemampuan untuk mewujudkan sesuatu, tetapi masih tetap berteriak-teriak menjual mimpi ke masyarakat. Dan mimpi yang dijual itu justru dengan keinginan agar masyarakat memilihnya atau kelompoknya dalam sebuah kontestasi demokrasi.
Maju terus Pak Jokowi, bangun infrastruktur dan masyarakat tahu Panjenengan ikhlas berbuat untuk itu.
Salam Pembangunan!