Seperti yang diperhatikan sering di beberapa tempat muncul istilah tentang sebuah daerah yang dijadikan bahan gurauan. Tetapi gurauan yang demikian  bisa juga menyebabkan orang yang berasal dari daerah itu tersinggung. Faktor yang membuat tersinggung itu karena daerah yang disebutkan itu merupakan gambaran tentang ketertinggalan atau keterbelakangan.
Sewaktu saya masih di Padangsidimpuan, Sumatera Utara tahun enam puluhan ada sebuah daerah yang sering dijadikan bahan gurauan. Ketika berbincang bincang dengan sesama teman, lalu seorang teman tidak tahu mengenai informasi umum maka muncullah komentar, "betul lah kau dari Siondop,itu saja pun kau tidak tahu."
Siondop yang disebutkan pada kalimat itu adalah nama sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari Padangsidimpuan, tetapi karena akses jalan masih sulit maka Siondop itu cenderung terisolir. Karenanya kampung atau desa Siondop itu seolah-olah merupakan lambang keterbelakangan. Tetapi sekarang ini istilah tersebut sudah hilang karena Siondop yang disebutkan itu sudah maju dan tidak seperti dulu lagi.
Demikian juga halnya di Medan sekitar sepuluh tahun yang lalu sering kalau orang berbicara tentang keterbelakangan kawasan, menyebut nama sebuah daerah yaitu Sipiongot. Daerah ini merupakan sebuah kecamatan yang masuk pada wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.
Ilustrasi untuk menempatkan kata Sipiongot ini misalnya terlihat pada contoh berikut. Ada beberapa orang serang duduk duduk di cafe sebuah hotel. Seseorang dari mereka makan dengan lahapnya. Seorang temannya berkomentar," yang kuat lah kau yang makan itu. Betullah kau dari Sipiongot, makanan seperti ini saja pun mungkin tidak pernah kau makan."
Pernah pada sebuah kesempatan seseorang dalam ceramahnya menyebut "bagus sekali sound system yang kita pakai ini, kalau di Sipiongot mana ada peralatan seperti ini".
Pada ceramah itu ada tokoh masyarakat Sumatera Utara yang berasal dari Sipiongot. Tokoh itu merasa tersinggung dengan ucapan si penceramah. Selesai ceramah, tokoh Sumatera Utara kelahiran Sipiongot itu langsung mendatangi si penceramah. Dengan nada agak marah dia bertanya, "apakah Bapak pernah ke Sipiongot?"katanya. Si penceramah menjawab bahwa ia belum pernah ke daerah yang disebutnya pada ceramahnya itu.
Tokoh Sumut itu dengan tegas mengatakan, saya berasal dari Sipiongot mengapa Anda bawa-bawa nama kampung saya pada ceramah Anda. Tokoh Sumut itu melanjutkan, dengan membawa-bawa nama kampung saya berarti Anda mengecilkan arti kami yang berasal dari daerah itu. Pada akhirnya si penceramah itu menyampaikan permohonan maafnya.
Dari hal yang demikian dapat ditarik kesimpulan, janganlah nama sebuah tempat atau daerah dibawa bawa dalam ceramah atau pidato dengan maksud untuk menunjukkan ketertinggalan atau keterbelakangan.
Dalam pandangan saya hal seperti itulah yang terjadi pada sebuah pidato Prabowo Subianto, capres 02. Detiknews,2/11/2018 memberitakan  pada media sosial beredar potongan video berisi pernyataan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto yang berbicara soal masuk hotel dan "tampang Boyolali".
Video itu diunggah pada beberapa akun di Twitter. Dilihat detik com, Jum'at ,2 November 2018 ,video itu berdurasi 20 detik. Di awal video ,pernyataan Prabowo tak terdengar jelas karena terpotong .