Salah satu cara yang digunakan oleh pasangan Prabowo-Sandiaga dalam berkampanye ialah mengungkapkan data-data yang menggambarkan berbagai keadaan yang dialami oleh masyarakat sekarang ini.Â
Tentulah tujuan yang ingin dicapai dengan pengungkapan data itu ialah untuk menunjukkan betapa tidak nyamannya masyarakat di negeri ini selama dipimpin Jokowi.
Untuk mengungkapkan berbagai kelemahan itu Sandiaga mengemasnya dalam bentuk narasi yang mudah dipahami masyarakat. Kita masih ingat kalimatnya ketika berkunjung ke Pekanbaru beberapa waktu yang lalu.Â
Mantan Wakil Gubernur DKI itu antara lain mengatakan sekarang ini kalau emak-emak berbelanja ke pasar dan membawa uang Rp.100.000-, yang dapat dibeli hanyalah bawang dan cabe.
Kemudian dalam kesempatan lain ia juga berbicara tentang tempe yang setipis kartu ATM. Berikutnya mantan politisi Gerindra itu juga berbicara dengan memperbandingkan harga makanan di Singapura dengan di Indonesia.
Oleh karena kegemarannya mengungkapkan perbandingan yang demikian maka kalangan yang mengusung Jokowi-Ma' ruf Amin sering menuduh Sandiaga maupun pengusung pasangan nomor dua itu gemar bicara tanpa data. Terhadap tuduhan yang demikianlah Sandiaga selalu membantahnya.
Mantan Wagub DKI itu tak terima kerap disindir  bicara tanpa data. Ia menegaskan dirinya adalah pribadi yang gila data sehingga kecil kemungkinan membuat pernyataan "bodong".
Dalam keterangannya di kawasan Bulungan Blok M, Jakarta Selatan pada 23 Oktober 2018, Sandiaga yang pernah menjadi pengusaha itu mengatakan, data sangat peniting untuk membuat usaha bisa berkembang.
"Saya bangun bisnis pakai data, saya bangun usaha konsultasi UMKM sukses itu berdasarkan data," ujar Sandi (detiknews, 23/10/2018).
Cawapresnya Prabowo itu juga menyatakan sewaktu bertugas di DKI ia juga mengandalkan data. Berkaitan dengan pemahamannya tentang arti penting data maka ia mengatakan ,"I'm Really Crazy About Data".
Selanjutnya hal lain yang disorot Sandiaga berdasarkan data yang dimilikinya berkaitan dengan sulitnya mencari pekerjaan. Menurutnya BI indeks ketersediaan lapangan pekerjaan untuk S1 kebawah masuk ke level pesimis. Ia juga menjelaskan kenaikan harga pangan juga berdasarkan data.