Beberapa hari yang lalu Dinas Perhubungan Kota Bekasi melarang bahkan menahan sekitar 61 truk sampah Pemprov DKI yang melintas di Kota Bekasi menuju Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Tempat Pembuangan Sampah yang punya luas 110,3 Ha ini terletak di Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.
Pada Bantargebang inilah setiap harinya truk truk sampah Pemprov DKI membuang sampah warga Jakarta. Menurut keterangan Ade Palguna, Sekretaris Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup, Provinsi DKI Jakarta menghasilkan sampah mencapai 70 ribu ton setiap harinya. Sebanyak 60 persen dari keseluruhan sampah yang ada merupakan sampah domestik atau rumah tangga (Tempo.co).
Dengan produksi sampah yang sedemikian besar tidak mungkinlah Pemprov DKI menyediakan lahan di DKI Jakarta untuk tempat pembuangan sampah. Berkaitan dengan kesulitan itulah maka Pemprov DKI harus menyediakan areal di luar wilayah DKI dan itulah di Bantargebang Bekasi.
Karenanya sudah dapat dibayangkan problema yang dihadapi Pemprov DKI ketika Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Perhubungan melarang truk sampah melintas di Kota Bekasi menuju Bantargebang.
Akar masalah pelarangan truk sampah itu melalui Kota Bekasi mulai mengemuka ke publik serangkaian dengan keterangan Wali Kota Bekasi. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi sebagaimana diberitakan Kompas.com (19/10/2018) mengancam setop kerja sama jika DKI tak cairkan dana hibah. Menurutnya kewajiban Pempov DKI sebagaimana tertuang pada perjanjian kerja sama adalah memberikan dana kompensasi tentang pengelolaan TPST Bantargebang kepada Pemkot Bekasi.
Selanjutnya Wali Kota menjelaskan dana kompensasi itu nantinya akan digunakan untuk penanggulangan kerusakan lingkungan, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan dan kompensasi dalam bentuk lain berupa bantuan langsung tunai. Menurut Rahmat Effendi, Pemprov DKI baru memberikan dana kompensasi Rp 194 Miliar dan diberikan tahun 2017.
Wali Kota yang akrab disapa Pepen itu menyatakan pihaknya sudah beberapa kali mengingatkan Pemprov DKI tentang hak dan kewajiban sebagaimana tertulis pada Perjanjian kerja sama.
Artikel ini tidak akan membahas tentang layak tidaknya besaran hibah yang dimintakan Pemkot Bekasi untuk dipenuhi Pemprov DKI Jakarta tetapi ingin melihat ternyata kerja sama antar daerah itu sering tidak mudah dilaksanakan.
Seperti kita ketahui sejak reformasi salah satu tuntutan yang muncul ialah agar daerah diberi kewenangan yang lebih besar dalam mengelola berbagai sumber daya yang ada di daerahnya.
Sikap yang demikian juga sekaligus merupakan anti thesa terhadap suasana di zaman Orba yang terkesan segala sesuatunya diatur oleh Jakarta. Hal yang demikian sangat terasa ketika Pemerintah Daerah diatur oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974.