Sepanjang yang diketahui Rocky Gerung menjadi populer karena ia sering menjadi pembicara pada acara Indonesia Lawyers Club ( ILC).
Pada beberapa kali acara yang digawangi Karni Ilyas itu terlihat Gerung muncul sebagai salah satu " bintang ".Dengan posisinya yang demikianlah bahkan ada yang mengatakan " No Gerung ,No Party ". Artinya kalau pada acara ILC Gerung tidak muncul maka terasa acara itu kurang meriah.
Sekurang kurangnya ada 3 penyebab mengapa ILC terasa lebih meriah kalau ada Gerung,1). kelihatannya dia jago berargumentasi walaupun menurut saya argumentasinya itu belum tentu benar, 2). kemampuannya mengungkapkan sesuatu yang mengundang kontroversi. Misalnya ia pernah mengatakan kitab suci adalah fiksi dan 3). kecenderungan sikap politiknya yang tidak senang kepada Jokowi.
Sikapnya yang demikian itu merupakan pelepas "dahaga" bagi mereka yang tidak senang dengan Presiden petahana itu.Saya bertemu dengan beberapa teman yang kurang nyaman dengan Jokowi dan mereka sangat mengidolakan Gerung.Menurut mereka pakar filsafat ini termasuk sosok yang berani berseberangan dengan Jokowi.
Demikianlah Gerung pada Kamis,18 Oktober 2018 mengatakan , kekuatan PDIP bukan Sukarnois tapi punya BIN. Hal tersebut dikemukakannya pada diskusi yang dihelat Polmark Indonesia.
Dia tidak sepakat jika PDIP dikatakan kuat lantaran memiliki ideologi Sukarnois. Rocky pun menganggap figur Ketua Umum Megawati Sukarnoputri juga bukan  faktor utama sehingga PDIP nampak kuat dan didambakan partai lain untuk dijadikan mitra koalisi.Tetapi menurutnya kekuatan PDIP karena ada BIN.( CNN Indonesia)
Saya bukanlah kader atau anggota PDIP dan menurut pandangan saya pendapat Gerung itu tidaklah benar atau keliru. Kalau dirunut pada masa Orba ,dikala itu setiap pemilu kecuali pemilu 1971 ,parpol peserta pemilu itu hanya tiga yakni ,Golkar ,Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) dan Partai Demokrasi  Indonesia atau PDI.
PPP adakah fusi parpol yang berbasis Islam yaitu Nahdlatul Ulama ( NU) ,Parmusi ,Partai Syarikat Islam Indonesia ( PSII) dan Partai Tarbiyah Islamiyah ( Perti). Sedangkan PDI merupakan fusi 5 parpol yaitu,Partai Nasional Indonesia ( PNI), Partai Kristen Indonesia ( Parkindo) ,Partai Katolik ,Partai Murba dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia ( IPKI).
Enam kali pemilu dimasa Orba yakni ,1971,1977,1982,1987 ,1992 dan 1997 semuanya dimenangkan oleh Golkar sehingga menguasai secara absolut kursi di DPR RI .
Pada enam kali pemilu yang demikian tidak salah kalau menyebut keikutsertaan PPP dan PDI seolah olah hanya merupakan kosmetika demokrasi .
Oleh karena berbagai tekanan ,PPP dan PDI terlihat sangat lemah ketika berhadapan dengan kekuasaan.Walaupun terlihat lemah tetapi layak juga dicatat kemenangan prestisius PPP ketika memenangkan pertarungan prestisius di DKI Jakarta pada Pemilu 1977 yang pada masa itu DKI dipimpin oleh Ali Sadikin.
Sedangkan PDI terlihat mulai menggeliat ketika Megawati Soekarnoputri bergabung ke partai ini. Megawati telah muncul sebagai Super Star baru di partai yang kala itu dipimpin oleh Drs.Suryadi. Kemunculan Mega membangkitkan kembali romantisme kerinduan masyarakat kepada Bung Karno.
Penguasa Orba mulai melihat kehadiran Mega akan dapat mengancam "kestabilan politik", sementara disisi lain popularitas putri Bung Karno ini semakin menjulang. Muncullah keinginan " massa rumput" PDI agar pimpinan partai dipegang oleh istri Taufik Kiemas ini.