Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengkritisi Ucapan Rocky Gerung yang Sebut Kekuatan PDIP Karena BIN

19 Oktober 2018   13:58 Diperbarui: 19 Oktober 2018   14:14 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepanjang yang diketahui Rocky Gerung menjadi populer karena ia sering menjadi pembicara pada acara Indonesia Lawyers Club ( ILC).

Pada beberapa kali acara yang digawangi Karni Ilyas itu terlihat Gerung muncul sebagai salah satu " bintang ".Dengan posisinya yang demikianlah bahkan ada yang mengatakan " No Gerung ,No Party ". Artinya kalau pada acara ILC Gerung tidak muncul maka terasa acara itu kurang meriah.

Sekurang kurangnya ada 3 penyebab mengapa ILC terasa lebih meriah kalau ada Gerung,1). kelihatannya dia jago berargumentasi walaupun menurut saya argumentasinya itu belum tentu benar, 2). kemampuannya mengungkapkan sesuatu yang mengundang kontroversi. Misalnya ia pernah mengatakan kitab suci adalah fiksi dan 3). kecenderungan sikap politiknya yang tidak senang kepada Jokowi.

Sikapnya yang demikian itu merupakan pelepas "dahaga" bagi mereka yang tidak senang dengan Presiden petahana itu.Saya bertemu dengan beberapa teman yang kurang nyaman dengan Jokowi dan mereka sangat mengidolakan Gerung.Menurut mereka pakar filsafat ini termasuk sosok yang berani berseberangan dengan Jokowi.

Demikianlah Gerung pada Kamis,18 Oktober 2018 mengatakan , kekuatan PDIP bukan Sukarnois tapi punya BIN. Hal tersebut dikemukakannya pada diskusi yang dihelat Polmark Indonesia.

Dia tidak sepakat jika PDIP dikatakan kuat lantaran memiliki ideologi Sukarnois. Rocky pun menganggap figur Ketua Umum Megawati Sukarnoputri juga bukan  faktor utama sehingga PDIP nampak kuat dan didambakan partai lain untuk dijadikan mitra koalisi.Tetapi menurutnya kekuatan PDIP karena ada BIN.( CNN Indonesia)

Saya bukanlah kader atau anggota PDIP dan menurut pandangan saya pendapat Gerung itu tidaklah benar atau keliru. Kalau dirunut pada masa Orba ,dikala itu setiap pemilu kecuali pemilu 1971 ,parpol peserta pemilu itu hanya tiga yakni ,Golkar ,Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) dan Partai Demokrasi  Indonesia atau PDI.

PPP adakah fusi parpol yang berbasis Islam yaitu Nahdlatul Ulama ( NU) ,Parmusi ,Partai Syarikat Islam Indonesia ( PSII) dan Partai Tarbiyah Islamiyah ( Perti). Sedangkan PDI merupakan fusi 5 parpol yaitu,Partai Nasional Indonesia ( PNI), Partai Kristen Indonesia ( Parkindo) ,Partai Katolik ,Partai Murba dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia ( IPKI).

Enam kali pemilu dimasa Orba yakni ,1971,1977,1982,1987 ,1992 dan 1997 semuanya dimenangkan oleh Golkar sehingga menguasai secara absolut kursi di DPR RI .

Pada enam kali pemilu yang demikian tidak salah kalau menyebut keikutsertaan PPP dan PDI seolah olah hanya merupakan kosmetika demokrasi .
Oleh karena berbagai tekanan ,PPP dan PDI terlihat sangat lemah ketika berhadapan dengan kekuasaan.Walaupun terlihat lemah tetapi layak juga dicatat kemenangan prestisius PPP ketika memenangkan pertarungan prestisius di DKI Jakarta pada Pemilu 1977 yang pada masa itu DKI dipimpin oleh Ali Sadikin.

Sedangkan PDI terlihat mulai menggeliat ketika Megawati Soekarnoputri bergabung ke partai ini. Megawati telah muncul sebagai Super Star baru di partai yang kala itu dipimpin oleh Drs.Suryadi. Kemunculan Mega membangkitkan kembali romantisme kerinduan masyarakat kepada Bung Karno.
Penguasa Orba mulai melihat kehadiran Mega akan dapat mengancam "kestabilan politik", sementara disisi lain popularitas putri Bung Karno ini semakin menjulang. Muncullah keinginan " massa rumput" PDI agar pimpinan partai dipegang oleh istri Taufik Kiemas ini.

Melalui berbagai intimidasi dan rekayasa dilakukanlah berbagai upaya untuk menghempang karir politik Mega. Kita tentu masih ingat terjadinya kericuhan pada Kongres PDI yang diselenggarakan di Asrama Haji Medan.Pada kongres itu sudah terlihat peta politik yang menginginkan Mega sebagai Ketua Umum partai.

Oleh karena Kongres Medan ricuh dan Megawati " gagal " terpilih maka penguasa tetap memberi kepercayaan kepada Drs Suryadi sebagai Ketua Umum partai. Namun massa akar rumput sudah kadung menginginkan agar Mega sebagai pimpinan partai maka perlawanan terbuka pun mulai dilakukan terhadap penguasa.

Walaupun Drs Suryadi masih tetap sebagai Ketua Umum tapi secara de fakto yang menguasai kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI yang terletak di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat itu adalah Mega bersama loyalisnya. Kemudian pada 27 Juli 1996 dini hari ratusan orang menyerbu kantor itu.Bentrokan fisik tak terhindari ,korban pun berjatuhan .

Mereka yang menyerbu kantor di Jalan Diponegoro itu menyebut dirinya kader kader partai walaupun ditenggarai penguasa ikut bermain ,berada dibelakang mereka yang menyerbu itu. Oleh sebahagian kalangan peristiwa itu disebut " Kudatuli" ,kudeta Duapuluh tujuh Juli.

Dengan penyerbuan yang demikian posisi politik Megawati semakin kuat dimata publik terutama yang berseberangan dengan penguasa ORBA.
Dengan posisi politiknya yang semakin kuat itu kemudian Megawati berpisah dari PDI pimpinan Suryadi dan mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI-P). 

Mengingat partai ini tidak memperoleh legalitas dihadapan penguasa maka diberbagai daerah pengurus partai harus bergerilya dalam melaksanakan aktivitasnya.

Lama kelamaan posisi politik Mega semakin kuat sementara disisi lain PDI yang dipimpin Suryadi semakin ditinggalkan para kadernya.
Sosok Mega muncul sebagai salah satu simbol tokoh yang berani melawan Orba.Menjelang kejatuhan Suharto,Megawati secara de fakto sudah menguasai massa PDI.

Sesudah Suharto lengser maka pada Pemilu 1999 diadakanlah pemilu pertama di jaman reformasi .Pada Pemilu itu ,PDI- P muncul sebagai pemenang.Walaupun meraih suara tertinggi tetapi nyatanya yang dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) sebagai Presiden adalah Abdul Rahman Wahid ( Gus Dur) dan Mega hanya mendapat porsi sebagai Wakil Presiden.

Putri Bung Karno itu diangkat oleh MPR sebagai Presiden ketika lembaga tertinggi negara itu memakzulkan Gus Dur.Sebagai Wakil Presiden dipilih dan diangkat Hamzah Haz,Ketua Umum PPP.

Selanjutnya pada tahun 2004 digelar Pilpres yang untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri ini ,Presiden beserta wakilnya dipilih oleh rakyat. Megawati maju sebagai kontestan berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi.Pada putaran kedua Pilpres ,pasangan ini dikalahkan oleh pasangan SBY- Jusuf Kalla.

Pada pemerintahan SBY- JK,PDI- P berada diluar pemerintahan yang lajim juga disebut sebagai oposisi. Kemudian pada Pilpres 2009 ,Megawati maju lagi berpasangan dengan Prabowo Subianto.Pasangan ini kemudian juga kalah dan yang muncul sebagai pemenang adalah SBY- Boediono.

Selama sepuluh tahun SBY memimpin negeri ini selama itu jugalah PDI- P menjadi partai oposisi .Menjadi partai oposisi itu tidak mudah .Seperti yang kita lihat pada pemerintahan Jokowi- JK yang mampu konsisten sebagai partai oposisi  hanyalah Gerindra dan PKS.

Angin segar dalam konteks kekuasaan barulah berhembus kepada PDI-P  ketika pada Pemilu 2014 ,Partai ini meraih suara tertinggi dan kemudian Jokowi tokoh yang dijagokan partai ini  yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil memenangkan  kontestasi demokrasi itu.

Pada Pilpres 2014 ,Jokowi- JK sejatinya diusung oleh PDI-P,Nasdem ,Hanura dan PKB serta didukung PKPI.Rival yang dihadapi pada waktu itu adalah pasangan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa yang diusung oleh Golkar,Gerindra,PAN ,PKS dan PPP.

Dari perjalanan panjang yang demikian tentu tidak terlihat adanya jejak BIN yang menyertai perjuangan politik PDI-P. Harus diakui jujur capaian politik PDI- P saat ini tidak ada kaitannya dengan BIN.Tidak dapat dimungkiri kesuksesan politik partai itu lebih banyak ditentukan oleh kepemimpinan putri Bung Karno itu.

Megawati punya karisma,memiliki kemampuan memimpin yang mumpuni dan konsisten dalam garis perjuangannya.

Salam Demokrasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun