Sesudah pemilih usai melakukan pencoblosan pada pemilu 2009 ,malam harinya saya keliling ke berapa Tempat Pemungutan Suara(TPS).Maksud saya mengelilingi beberapa TPS itu untuk mendapat gambaran tentang tingkat partisipasi pemilih serta sekaligus untuk melihat parpol mana yang menjadi pemenang di beberapa TPS itu.
Saya berkunjung ke Kelurahan Kota Matsum I ,Kecamatan Medan Area Kota Medan.Ditempat yang dikunjungi itu beberapa petugas TPS yakni Kelompok Panitia Pemungutan Suara ( KPPS) masih bekerja merampungkan rekapitulasi perolehan suara parpol untuk lembaga legislatif. Sedangkan rekapitulasi untuk suara Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) telah selesai dirampungkan.
Salah satu calon anggota DPD yang memperoleh suara yang banyak adalah Pendeta Sumurung Parningotan Samosir. Karena menurut pendapat saya calon anggota DPD dipilih oleh pemilih lebih banyak ditentukan oleh kedekatan pribadi maka saya bertanya kepada beberapa teman yang ada di sekitaran TPS itu.
"Hebat juga ya Pak Sumurung ,bisa meraih suara yang bagus di tempat ini.Apa yang dilakukannya sehingga dapat simpati dari masyarakat?".
Pertanyaan tersebut saya ajukan mengingat komunitas yang ada di Kota Matsum I lebih banyak warga Melayu dan Minang .Artinya komunitas suku yang berbeda dengan Sumurung Samosir.
Teman teman itu menjawab ,disamping usahanya tapi ada keberuntungan Pak Samosir.Mereka menjelaskan ,Sumurung punya nomor 31 dan nomor itu juga nomor Partai Demokrat. Jadi menurut mereka banyak pemilih yang menyamakan nomor yang disandang Sumurung dengan nomor Demokrat sehingga kemungkinan besar pemilih beranggapan dengan memilih calon anggota DPD nomor 31 sama dengan memilih Partai Demokrat ,yang dipimpin SBY.
Memang pada pemilu 2009 ,pamor dan popularitas SBY dan Demokrat sedang melambung tinggi.Partai ini jugalah yang kemudian menduduki peringkat pertama pemenang pada pemilu tersebut.
Ternyata nomor 31 tidak hanya memberi keuntungan untuk Sumurung.Dibeberapa provinsi banyak calon anggota DPD yang nomor pencalonannya 31 bisa meraih suara sehingga terpilih menjadi anggota DPD.
Detiknews ,27 April 2009 ,memberitakan beberapa nama yang menyandang nomor 31 meraih suara yang tinggi. Riza Pahlevi di Sumatera Barat meraih 152.475 suara( 7,48 persen ) ,menduduki peringkat ketiga dan berhasil duduk di Senayan.
Selanjutnya Pardi calon DPD dari DKI yang punya nomor 31 juga diprediksi kuat berhasil masuk Senayan.Pada masa itu perolehan suara Pardi sering dibicarakan karena ia bukanlah politisi dan pekerjaan sehari harinya adalah tukang sablon.
Kemudian calon anggota DPD dari Jawa Timur ,Wasis Siswoyo dengan nomor 31 ,menduduki peringkat kedua dan diperkirakan lolos sebagai anggota DPD. Menurut detiknews, perolehan suara yang besar itu karena banyak pemilih yang mengira nomor 31 untuk Partai Demokrat itu berlaku juga untuk DPD.
Ilustrasi yang dikemukakan pada pemilu 2009 itu memberi gambaran bahwa untuk pemilih dalam menentukan pilihannya ,angka atau nomor masih sangat penting.
Mungkin ada yang mengatakan ,itu kan terjadi pada tahun 2009 sudah sepuluh tahun berlalu.Sekarang kan pendidikan politik masyarakat sudah bertambah bagus.
Mungkin pendapat itu benar tetapi  menurut saya tidak sepenuhnya demikian.
Kita menyaksikan seusai penetapan KPU tentang nomor urut capres-cawapres,juga memainkan angka angka untuk mendukung paslon pilihannya. Ada yang menyebut nomor 2( dua) sama dengan victory atau kemenangan .Ada yang menyebut karena Jokowi-Ma'ruf Amin mendapat nomor satu maka Jokowi cukup satu kali saja .Tetapi pendukung presiden petahana itu menyatakan satu kali lagi sebagai presiden.
Bahwa angka sangat penting artinya terbukti dengan kesepakatan calon bahwa nomor untuk Jokowi-Ma'ruf Amin adalah 01 dan untuk Prabowo-Sandiaga adalah nomor 02.
Setahu saya baru inilah pertama kalinya nomor paserta pemilu diberi angka nol didepan angka lainnya. Media juga memberitakan pemberian angka nol itu untuk menghindari adanya anggapan pemilih yang menganggap nomor untuk capres sama dengan nomor parpol.
Oleh karena saya meyakini nomor atau angka sangat berpengaruh kepada pemilih maka untuk kubu Prabowo -Sandiaga ,parpol yang akan meraih keuntungan karena kesamaan nomor adalah Partai Gerindra. Ada beberapa alasan untuk itu.
Hampir semua orang tahu ,partai Gerindra didirikan oleh Prabowo dan sampai sekarang mantan Pangkostrad itu masih menjabat sebagai Ketua Umum partai yang didirikannya itu.Â
Kemudian publik juga tahu ,Gerindra sejak lama sudah menginginkan Prabowo maju pada pilpres.Sedangkan partai pengusung lainnya seperti PKS ,PAN dan Demokrat baru menyatakan dukungan resminya menjelang saat deklarasi.
Selanjutnya masyarakat juga tahu Sandiaga Uno pengurus Gerindra( Â Wakil Ketua Dewan Pembina). Bahwa sesudah terpilih sebagai cawapres mengundurkan diri dari Gerindra ya ,namun menurut pendapat saya hal tersebut tidak mengurangi kesan publik bahwa mantan Wagub DKI itu adalah politisi Gerindra.
Artinya dengan mendengar nomor dua ,pemilih akan mengasosiasikannya dengan Prabowo dan Gerindra. Dengan perkiraan yang demikian bagaimana ketiga parpol lainnya menyikapi hal tersebut?
Mungkin mereka sudah punya taktik untuk mengantisipasinya karena biar bagaimanapun para parpol ingin meraih suara yang besar di lembaga legislatif. Â Namun kalau terlalu sering menyebut " pilihlah capres nomor dua" atau" nomor kosong dua " maka hal tersebut seolah olah mengingatkan publik juga untuk memilih parpol nomor dua.
Andainya Jokowi- Ma'ruf Amin mendapat nomor satu ,lebih mudah bagi kubu Prabowo -Sandiaga untuk mengatakan jangan pilih capres nomor satu dan jangan pilih parpol nomor satu .Sebagaimana kita ketahui parpol nomor satu adalah Partai Kebangkitan Bangsa.
Dengan mengemukakan seruan yang demikian,pemilih akan semakin paham beda nomor capres dengan beda nomor parpol.Tetapi karena Prabowo-Sandiaga menyandang nomor yang sama dengan Gerindra maka hal yang demikian tidak mungkin diucapkan.
Begitu juga halnya dengan memberi simbol " V" ( dua jari) akan memberi keuntungan untuk partai yang punya nomor urut dua itu. Dengan hal yang demikian saya berpendapat ,Gerindra akan memperoleh keuntungan karena nomor paslon yang diusungnya sama dengan nomor parpolnya.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H