Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Laporan dari Perpustakaan Nasional tentang Seminar Naskah Nusantara

19 September 2018   23:46 Diperbarui: 20 September 2018   00:08 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kegiatan penting yang digelar di Perpustakaan Nasional pada Rabu ,19 September 2018 ialah seminar yang berthema "Nilai - Nilai Luhur Keagamaan Dalam Naskah Nusantara sebagai Acuan Kehidupan Beragama di Indonesia".

Pemilihan thema ini sejalan dengan kegiatan Perpustakaan Nasional yang menggelar Festival Naskah Nusantara IV yang berlangsung 16-22 September 2018.

Ada 3 tokoh yang merupakan pembicara pada semihar tesebut yakni ,Prof DR Mudji Sutrisno,Prof DR Edwin Wieringa dan Lukman Hakim Syaifuddin ,Menteri Agama RI.

Dari uraian para tokoh tersebut terlihat bahwa naskah Nusantara selalu menawarkan nilai toleransi untuk sesama manusia.

Romo Mudji antara lain berbicara tentang semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".Kita tahu kata Romo Mudji konsep Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa-diambil Sukarno dari kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular di zaman Majapahit.Menurut Romo ,Bhinneka Tunggal Ika di zaman Majapahit menggambarkan bagaimana agama Siwa dan Budfha Mahayana meskipun dengan jalan yang berbeda - beda memperjuangkan akhir tujuan yang sama.

Romo Mudji juga mengemukakan ,berabad abad sebelum munculnya Kakawin Sutasoma ,sesungguhnya relief Gandawyudha di Borobudur telah menggemakan benih -benih nilai- nilai pluralisme.

Selanjutnya pembicara kedua,Wieringa menyatakan agama berkonotasi positif di Indonesia,sedangkan di Barat pada umumnya agama tidak dianggap relevan bahkan dianggap sebagai urusan pribadi.

Selanjutnya Wieringa berbicara tentang Asthabrata yang dianggap sebagai ajaran untuk pemimpin.

Menurutnya ajaran untuk pemimpin yang merupakan nasehat untuk masa sekarang ini masih tetap dianggap relevan.

Sebagai contoh diungkapkannya seorang raja adalah pemimpin yang baik dan ssyang kepada rakyatnya.Sikap yang demikian akan melahirkan Good Governance yaitu Tata Laksana Pemerintahan yang baik yang pada akhirnya akan mewujudkan masyarakat yang Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja.

Menurut Wieringa walaupun Asthabrata pada awalnya ditujukan untuk ummat Hindu tetapi sampai sekarang masih bisa diterima sebab falsafah kepemimpinan itu masuk akal dan sesuai dengan naluri manusia.

Selanjutnya ahli filologi Nusantara itu  berbicara tentang  Agama dan Tantangan Modernisasi.

Sejalan dengan kemajuan zaman  ,maka anak zaman now akrab dengan teknologi baru.

Berkaitan dengan hal tersebut muncul "panik moral",yakni ketakutan bahwa perubahan masal dalam masyarakat yang berhubungan dengan proses modernisasi akan mengakibatkan kemerosotan moral seperti di barat. Muncul juga ketakutan dan kehawatiran tentang kehilangan identitas diri ,ketakutan bahwa agama dianggap tidak lagi penting .

Untuk anggapan yang demikian maka banyak pendapat yang mengatakan agar kembali belajar dengan naskah kuno.

Setelah Wieringa berbicara ,Lukman Hakim Syaifuddin pun memberi pandangannya.

Menurut Lukman hal terpenting yang perlu dilakukan ialah bagaimana kita memahami naskah untuk meningkatkan pemahaman terhadap agama.

Menurutnya pada agama ada esensi ajaran universal seperti yang berkaitan dengan keadilan berbuat baik untuk sesama,saling tolong menolong dan yang lainnya.

Oleh karena pesan pesan yang demikian juga terdapat pada naskah Nusantara maka perlulah naskah tersebut dijadikan rujukan dalam menjalin hubungan harmonis ummat beragama di negeri ini.

Karenanya menurut Lukman tantangan untuk kita ialah bagaimana memahami nilai luhur yang terdapat pada naskah Nusantara itu dan bagaimana mewujudkannya pada masa sekarang.

Untuk itu menurut putra KH Syaifuddin Zuhri itu ada dua hal yang harus dilakukan 1) mengkaitkan teks dengan konteks dan 2) pemihakan kita terhadap penerjemahan dan tapsir serta mengkontekstualisasikannya pada kehidupan kekinian.

Selanjutnya Menteri Agama mengemukakan di Kementerian yang dipimpinnya sudah dibentuk Pusat Kajian Manuskrip Nusantara.

Saya yang duduk dengan tekun mengikuti seminar itu berkata dalam hati ,sungguh kaya naskah Nusantara yang kita miliki dan kekayasn itu haruslah terus dijaga dan dikembangkan.

Salam Literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun