Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrat-Prabowo/Sandiaga, Siapakah yang Lebih Butuh?

16 September 2018   09:18 Diperbarui: 16 September 2018   10:31 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Publik sudah melihat adanya friksi internal pada parpol koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga.Friksi internal yang demikian terutama sangat terlihat melalui pernyataan beberapa petinggi  Partai Demokrat. Ada 4 hal yang ditunjukkan partai pemenang pemilu 2009 itu berkaitan dengan posisinya sebagai parpol pengusung Prabowo-Sandiaga Uno.

Pertama,munculnya sikap petinggi partai / pimpinan partai tingkat daerah yang memberi dukungan secara terbuka kepada pasangan Jokowi/Ma'ruf Amin. Kedua ,sikap permissive yang ditunjukkan Pimpinan Pusat Partai terhadap tokoh atau pimpinan daerah partai yang tidak mendukung Prabowo -Sandiaga Uno. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan tidak dijatuhkannya sanksi terhadap tokoh atau pimpinan daerah yang " mbalelo" itu.

Ketiga ,tidak hanya tidak menjatuhkan sanksi bahkan sikap resmi partai justru memberi dispensasi kepada daerah daerah tertentu yang ingin memberi dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf Amin. Kepada kader maupun anggota Demokrat diberi keleluasaan untuk menentukan pilihannya pada pilpres nanti.

Keempat,dalam kampanye legislatif ,caleg Demokrat diperkenankan mendompleng popularitas Jokowi kalau hal tersebut dianggap menguntungkan caleg yang bersangkutan.

Terhadap sikap Demokrat yang demikian muncul juga reaksi dari beberapa tokoh partai pengusung Prabowo-Sandiaga yang intinya menyesalkan sikap partai besutan SBY itu.Bahkan ada yang menyatakan partai ini memainkan politik kaki dua.

Tetapi Prabowo dan Sandiaga kelihatannya tidak memberi reaksi keras terhadap sikap tersebut .Bahkan bakal capres dan bakal cawapres tersebut justru berkunjung ke kediaman SBY di bilangan Kuningan ,Rabu ,12 September 2018.

Sepanjang yang dicermati dari pemberitaan media ,pertemuan dimaksud juga tidak ada membahas berkaitan dengan hal hal yang berkaitan dengan kebijakan Demokrat yang seolah olah bersikap politik dua kaki pada pilpres. 

Mengamati hal yang demikianlah muncul pertanyaan dalam hati, mengapa pasangan yang diusung empat parpol termasuk Demokrat itu tidak memberi reaksi yang cukup keras terhadap salah satu partai pengusungnya itu?.

Pertanyaan ini diawali sebuah assumsi,parpol pengusung pasangan calon haruslah bersikap dan bertindak all out memenangkan pasangan yang diperjuangkannya. Pertanyaan yang muncul dalam hati ini saya coba juga memahaminya dengan hal hal berikut.

Pada 17 April 2019 nanti ,untuk pertama kalinya di sejarah republik ini para pemilih di TPS memberikan suara untuk ,1).pemilihan presiden- wakil presiden,2) .anggota DPD,3). Anggota DPR RI,4). anggota DPRD Provinsi dan 5). anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Pada tataran ideal ,kemenangan sebuah parpol akan diukur dari kemenangan paslon presiden-wakil presiden yang diusungnya dan peningkatan perolehan kursi nya pada lembaga legislatif.

Kemenangan paslon presiden-wakil presiden yang diusungnya akan memberi keuntungan untuk parpol terutama yang berkaitan dengan sharing kekuasaan di pemerintahan.Merupakan kelaziman dalam penyusunan kabinet ,parpol pengusung mendapat jatah menteri atau mendapat porsi pada jabatan jabatan lainnya.

Berkaitan  dengan hal tersebut masing masing parpol sudah dapat menghitung kompensasi politik apa yang akan diperolehnya apabila paslon yang diusungnya memenangkan pertarungan demokrasi itu.

Untuk memenangkan pertarungan pada April 2019 ,masing masing parpol juga akan berhitung apakah sewaktu berkampanye dengan mengusung kepopuleran capres dan cawapres akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap tingkat elektabilitas partai atau tidak berpengaruh sama sekali atau mungkin pengaruhnya hanya sangat kecil.

Dalam konteks yang demikian tentu wajar muncul kalkulasi politik pada Demokrat ,apakah dengan mendompleng nama Prabowo-Sandiaga Uno ,tingkat keterpilihan partainya akan naik? ,atau justru yang akan memperoleh keuntungan adalah parpol yang menurut publik dari sanalah paslon itu berasal.

Dalam pandangan saya ,tidak ada korelasi yang kuat kenaikan suara Demokrat dengan keputusannya yang telah mengusung Prabowo -Sandi. Masih menurut hitungan saya ,untuk kenaikan suara partai berlambang segitiga mercy itu masih lebih efektif untuk mendulang suara ,figur sentral pada partai ,yaitu SBY dan juga putra sulungnya AHY yang juga Komandan Kogasma Partai Demokrat.

Kita memahami kenaikan perolehan kursi pada lembaga legislatif sangat penting artinya pada setiap partai karena semakin besar kursi yang diperolehnya di lembaga legislatif maka semakin besar juga peluangnya untuk ikut memengaruhi kebijakan pemerintah.

Dalam konteks yang demikian saya berpendapat dalam kampanye legislatif nya nanti ,Demokrat tidak terlalu mengandalkan popularitas paslon yang diusungnya.

Selanjutnya untuk memenangkan pilpres ,Prabowo-Sandiaga masih sangat menbutuhkan Demokrat .Pasangan ini masih membutuhkan dukungan politik yang lebih banyak mengingat berdasarkan hasil survei,tingkat keterpilihannya masih terpaut jauh dari tingkat elektabilitas Jokowi- Ma'ruf Amin.

Dalam kalkulasi politik yang demikianlah ,Prabowo-Sandiaga sangat hati hati menyikapi sikap Demokrat yang terkesan mendua itu.

Salam Pilpres!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun