Pada akhirnya Partai Demokrat pada 10 Agusutus 2018 pagi memberi dukungan sekaligus menjadi parpol keempat sebagai pengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Banyak kalangan yamg menilai keputusan partai berlambang segitiga mercy itu merupakan keputusan yang terpaksa karena kalau keputusan tidak diambil bisa terkena sanksi undang undang.
Memang masih ada pilihan lain untuk Demokrat yakni memberi dukungan untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin .Namun hal tersebut tidak mungkin lagi dilakukan karena partai pemenang pemilu 2009 itu sudah sangat jauh masuk di pusaran koalisi Prabowo-Sandiaga.
Oleh karena partai tesebut  sudah sangat jauh masuk didalam pusaran koalisi itu jugalah yang menyebabkan kekecewaan kader maupun pengurus partai terhadap pasangan yang akhirnya didukungnya itu.
Dugaan saya kekecewaan itu muncul karena AHY yang sempat digadang gadang sebagai cawapres Prabowo akhirnya tidak terpilih.Bahkan terhadap pilihan Prabowo terhadap Sandiaga Uno telah memunculkan reaksi yang keras dari petinggi partai sebagaimana antara lain yang ditunjukkan oleh Andi Arief Wakil Sekjend DPP Partai Demokrat.
Sesungguhnya ketika muncul tanda tanda bahwa partai akan lebih condong mengusung calon yang bukan Jokowi, Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jawa Timur telah menyatakan sikap akan mendukung presiden petahana itu. Hal tersebut merupakan hasil rapat partai tingkat daerah dalam halmana ketuanya adalah Soekarwo yang juga Gubernur provinsi yang terbanyak kedua pemilihnya di negeri ini.
Sebelum Jawa Timur ,Tuan Guru Bajang Gubernur Nusa Tenggara Barat yang juga tokoh partai Demokrat telah terlebih dahulu mengambil sikap gabung dengan Jokowi. Seperti diketahui pada pilpres 2014 ,Tuan Guru yang terkenal itu merupakan Juru Kampanye Prabowo -Hatta Rajasa.
Begitu juga halnya setelah Demokrat resmi memberi dukungan untuk Prabowo -Sandiaga ," penolakan " masih muncul dari petinggi partai. Dedy Mizwar ,Ketua Majelis Pertimbangan DPD Partai Demokrat Jawa Barat juga telah gabung dengan Jokowi-Ma' ruf Amin.
Kemudian Lukas Enembe, usai dilantik Presiden Jokowi sebagai Gubernur Papua di Istana Negara, Rabu 5 September 2018 langsung menyatakan ia akan mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Lukas Enembe adalah Ketua DPD Partai Demokrat Papua.Berkaitan dengan kedudukannya sebagai ketua partai itu,Lukas menyatakan ia siap diberi sanksi oleh partai.
Tentunya Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat menyikapi dengan seksama sikap para kader partainya.
Apabila partai terlalu keras mengenakan sanksi terhadap kadernya yang mendukung Jokowi-Ma' ruf Amin maka tindakan yang demikian bisa menjadi bumerang untuk elektabilitas partai pada pemilu 2019.
Tidak berlebihan kalau menyatakan ,salah satu target besar parpol pada pemilu 2019 adalah menaikkan perolehan kursi pada lembaga legislatif. Target yang sama juga berlaku untuk partai Demokrat. Hal yang demikian semakin penting artinya bagi partai ini mengingat pada pemilu 2009 Demokrat merupakan pemenang pemilu, sementara pada pemilu 2014, posisinya melorot ke posisi keempat ,sesudah PDI-P,Golkar dan Gerindra.
Untuk menghadapi "gejolak" yang terjadi pada internal partai ,DPP Partai Demokrat terlihat mengambil kebijakan yang moderat. Partai Demokrat memberi dispensasi khusus bagi kadernya di empat provinsi untuk mendulang suara dengan mendompleng popularitas Jokowi pada pemilihan legislatif mendatang, ujar Ferdinand Hutahaean, Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat.Hutahaean juga menyatakan, mereka tak diwajibkan menyuarakan dukungan pada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ferdinand mengatakan, keputusan partainya telah dibahas pada rapat Jum'at, 7 September 2018. Rapat tersebut diikuti oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amir Syamsudin, Ketua Dewan Pertimbangan E. E. Mangindaan, Ketua Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan Pramono Edhie Wibowo (Tempo.co,9/9/2018).
Hutahaean juga mengungkapkan Sulawesi Utara dan Papua merupakan dua dari empat daerah yang diberi dispensasi. Menurutnya opini dan animo masyarakat disana untuk mendukung Jokowi cukup tinggi.
Dari hal hal tersebut diatas maka tidak salah kalau menyimpulkan bahwa di beberapa daerah ,kader Demokrat boleh mendompleng bahkan boleh juga menompang popularitas Jokowi pada kampanye pemilu  kegislatif. Artinya kader partai tidak wajib menenangkan pasangan yang diusung partainya pada pilpres 2019.
Terhadap hal yang demikian tidak salah kalau menyimpulkan bahwa Demokrat bersikap mendua -dalam pilpres mendatang -sekurang kurangnya pada beberapa provinsi.
Tentulah Pimpinan Demokrat lah yang paling paham tentang kondisi internalnya namun sikap yang diputuskannya yang terkesan mendua itu tentu juga untuk mencegah menurunnya elektabilitas partai di beberapa daerah.
Saya percaya, banyak kader Demokrat yang kecewa mengapa pada akhirnya tidak AHY yang dipilih sebagai cawapres.
Sampai sekarang seperti di Medan, masih berdiri baliho yang memuat foto AHY yang terlihat gagah dan pada baliho itu tertulis kata "AHY Siap". Baliho itu berdiri sejak nama putra sulung SBY itu semakin menguat dibicarakan sebagai cawapresnya Prabowo.
Sekarang proses penentuan cawapres sudah usai dan tiba lah saatnya bagi Demokrat untuk mempertahankan atau meningkatkan perolehan suaranya pada pemilu 2019.
Salah satu cara yang ditempuhnya untuk itu ialah dibolehkannya menompang popularitas Jokowi.
Sikap mendua kah itu.Mungkin ya.Tapi pada posisi sekarang yang paling utama bagi partai ini ialah pemilu legislatif. Dan untuk itu jugalah berbagai siasat telah dirumuskan.
Salam Demokrasi!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H