Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Gedung Joang Menteng, Sejarah Tertulis di Sana

31 Agustus 2018   16:05 Diperbarui: 31 Agustus 2018   16:30 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.tripadvisor.co.nz

Sehari  sebelum 17 Agustus 1945, Sukarno- Hatta diculik oleh sekelompok pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok. Disebutkan sekelompok pemuda yang menculik itu bermarkas di sebuah gedung yang sekarang alamatnya berada di Menteng Raya 31 Jakarta Pusat. Karena saya sedang berada di Jakarta  langsung terasa ada panggilan untuk berkunjung ke bangunan bersejarah yang terletak di kawasan itu.

Gedung yang sekarang bernama" Gedung Joang 45 Menteng 31 " itu awalnya adalah sebuah hotel. Sekitar tahun 1930-an, daerah Menteng merupakan hutan yang banyak ditumbuhi pohon Menteng. Saya baru tahu kalau " menteng" merupakan nama pohon dan saya juga tidak punya gambaran seperti apa pohon itu. Sekarang ini saya tidak pernah mendengar nama pohon menteng.

Daerah yang sekarang disebut Menteng itu dahulunya dimiliki orang Arab yang kemudian dibeli oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dijadikan pemukiman orang orang Belanda. 

Seiring perkembangan kota Batavia serta perdagangan hasil bumi ke mancanegara semakin meningkat maka pada sebidang tanah di kawasan itu oleh seorang Belanda, L.C Schomper didirikanlah sebuah hotel yang menggunakan namanya. Hotel itu didirikan pada tahun 1938. Hotel tersebut merupakan hotel termegah pada masanya yang tentunya dihuni oleh saudagar saudagar Belanda atau Eropa. Hotel Schomper itulah yang kemudian kita kenal sebagai Gedung Joang yang bersejarah itu.

Pada masa pendudukan Jepang, Hotel ini dikuasai Sendenbu, badan propaganda Jepang. Kemudian pada bulan Juli 1942, gedung ini diserahkan kepada para pemuda Indonesia seperti Adam Malik, Sukarni, Chairul Saleh dan A.M.Hanafi atas kerja keras para pemuda itu gedung Menteng 31 dijadikan Asrama Angkatan Baru Indonesia.

Ketika saya memasuki gedung itu dan kemudian masuk ruangan sebelah kiri,saya tertegun melihat foto foto para pemuda itu yang dengan ukuran yang memadai ditempel pada dinding.

Saya tertegun mengenang keberanian mereka, ketika pada usia muda sudah berani melakukan sesuatu yang berarti untuk bangsanya. Tetapi saya semakin tertegun lagi ketika melihat lintasan sejarah yang dialami masing masing tokoh itu.

Chairul Saleh adalah seorang tokoh pemuda yang ikut mengawal Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok. Setelah kemerdekaan ia merupakan tokoh yang menonjol di masa pemerintahan Sukarno. Chairul Saleh pernah menduduki jabatan sebagai Ketua MPRS. Tetapi setelah terjadi tragedi 1965, ia menjadi tahanan politik dan kemudian meninggal dunia dalam tahanan.

Sedangkan Sukarni adalah tokoh pemuda radikal, seorang pengagum Tan Malaka. Ia dipilih sebagai Ketua Umum Asrama Angkatan Baru Indonesia. Sukarni lah tokoh utama penculikan ke Rengasdengklok itu. Sukarni dan Adam Malik kemudian menjadi tokoh terkemuka Partai Murba yang didirikan oleh Tan Malaka.

Kemudian tokoh lainnya yang terpajang fotonya adalah H.M.Hanafi. Perjalanan hidup tokoh ini juga cukup tragis karena ketika terjadi tragedi 65 ia menduduki jabatan sebagai Duta Besar Indonesia di Kuba. Oleh karena ia dianggap golongan kiri maka ia tidak bisa kembali ke negeri ini, karenanya ia hidup " in exile" dalam pembuangan. Ia kemudian bertempat tinggal di Paris, Perancis dan membuka rumah makan Indonesia di kota budaya itu.

Yang paling "beruntung" dari tokoh tokoh pemuda itu adalah Adam Malik. Di masa Sukarno ia pernah menjabat sebagai Duta Besar dan dimasa pemerintahan Suharto ia juga cukup menonjol.

Si Bung dari Siantar ini untuk waktu yang lama menjabat sebagai menteri luar negeri bahkan pernah menjadi Ketua Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa.Lebih dari itu wartawan kawakan ini pernah menjadi Wakil Presiden.

Kemudian saya masuk ke ruangan lainnya. Muncullah bayangan para tokoh tokoh itu.Saya membayangkan bagaimana mereka berdiskusi berdebat, merancang berbagai aksi seperti penculikan Sukarno-Hatta,mempersiapkan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada Jakarta pada 19 September 1945. 

Rapat raksasa ini bertujuan untuk menunjukkan kepada siapapun bahwa Indonesia telah merdeka. Perlu diingat pada masa itu bala tentara Jepang yang telah menyerah kepada Sekutu itu masih berada di Jakarta Indonesia.

Tentang Rapat Raksasa Ikada ini, Sukarno juga tidak menyetujuinya karena khawatir tentara Jepang melakukan aksi kekerasan untuk membubarkan rapat itu. Namun walaupun tidak setuju, Bung Karno hadir juga pada rapat tersebut dan menyampaikan pidato singkatnya.

Di ruang tengah gedung joang ini saya melihat beberapa diorama sederhana seperti suasana Sukarno- Hatta di Rengasdengklok. Pada dinding gedung ini dipajang gambar yang memuat beberapa ucapan Sukarno yang terkenal. Misalnya "Bermimplah Setinggi Langit. Jika Engkau Jatuh, Engkau Akan Jatuh Di antara Bintang- Bintang".

Hal yang sangat penting juga yang disumbangkan gedung ini karena sebelum kemerdekaan tempat ini digunakan sebagai pendidikan kebangsaan untuk para pemuda.Para pengajarnya adalah tokoh tokoh bangsa seperti Sukarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Soenaryo, Ki Hadjar Dewantoro dan tokoh tokoh lainnya.

Tidak terasa sudah hampir 4 jam saya berada di gedung bersejarah itu dan ketika akan meninggalkan halaman gedung, seorang petugas dengan ramah menyapa saya dan mengatakan di bahagian belakang gedung ada mobil yang pernah digunakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.Mengikuti sarannya saya bergerak ke halaman belakang. Di sana dipajang 3 buah sedan  bersejarah.

Pertama saya melihat sebuah mobil sedan limosin merk Buick buatan tahun 1939 merupakan mobil kepresidenan pertama yang dimiliki Indonesia. Sedan ini dipergunakan sebagai mobil dinas oleh Sukarno, Presiden RI. Kemudian disebelahnya ada mobil sedan kenderaan dinas Wakil Presiden Mohammad Hatta.Selanjutnya saya melihat mobil ketiga bermerk Imperial.

Sedan ini punya sejarah khusus karena mobil inilah yang digunakan Presiden Sukarno ketika pada 30 November 1957, sang proklamator itu mengami percobaab pembunuhan yang dikenal juga sebagai Peristiwa Cikini. Sesudah puas memperhatikan mobil mobil bersejarah itu saya bergerak ke halaman depan.K etika sudah berada di trotoar Menteng Raya saya berdiri sejenak memperhatikan lagi gedung tua itu.

Saya menggugam dalam hati, di gedung yang didirikan tahun 1938 ini juga telah ditorehkan sejarah perjalanan bangsa yang kita cintai ini. Dan dengan tiket seharga Rp 5.000 diberikan lagi sebuah video tentang gedung bersejarah itu. Sungguh murah tiketnya dibandingkan pengalaman " kesejarahan " yang saya peroleh di gedung itu.

Salam Kebangsaan!

Menteng Raya 31 (Jakarta, 31 Agustus 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun