Jujur saya baru kali ini mendengar nama Hanifan Yudani Kusumah. Tetapi begitu mendengar namanya, dia telah berbuat sesuatu yang sangat berarti untuk negeri ini. Atlit Pencak silat itu pada Rabu, 29 Agustus 2018 telah menorehkan dua hal yang sangat bermakna untuk negeri ini.
Pertama, ia telah mempersembahkan satu buah medali emas untuk bangsanya dan yang kedua ia telah berhasil membuat dua tokoh bangsa ,Jokowi dan Prabowo berpelukan. Semua itu terjadi di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Rabu sore.Â
Pelukan kedua tokoh bangsa itu semakin bermakna ketika akhir-akhir ini suasana politik semakin panas, terutama antara kelompok masyarakat yang mengggelorakan suara 2019 Ganti Presiden dengan kelompok masyarakat yang menentangnya.
Di masyarakat juga terlihat adanya sikap pro dan kontra terhadap ajakan itu. Secara perlahan terasa adanya pembelahan sikap antara kelompok masyarakat yang tetap menginginkan Jokowi sebagai presiden dengan kelompok masyarakat yang menginginkan Prabowo memenangkan kontestasi pada pilpres nanti.
Sikap para petinggi parpol adakalanya membuat dada terasa sesak karena para petinggi itu seperti sahut-sahutan, saling menyerang, saling hujat hingga semuanya memperjuangkan calonnya masing pada pilpres nanti.
Mencermati suasana politik yang demikian, maka banyak dari kita yang merasa lega dengan pelukan yang penuh makna di Padepokan Silat yang terjadi pada sore kemarin. Banyak dari kita yang mengharapkan suasana saling hujat itu berakhir sehingga iklim politik di negeri ini akan semakin sejuk.
Tentulah harapan yang demikian merupakan sesuatu yang wajar karena iklim politik yang sejuk akan menumbuhkan semangat demokrasi yang lebih positip pada bangsa ini.
Berkaitan dengan pelukan Jokowi dan Prabowo tersebut, mengemukakakn sebuah pertanyaan, "Akankah menjelang pilpres beberapa bulan ke depan tensi politik akan menurun atau akan tetap tinggi?"
Secara umum, kita tentunya menginginkan agar tensi politik itu menurun sehingga proses politik yang terjadi bisa berjalan dengan damai dan tidak membuat bangsa ini terpolarisasi karena pilihan politiknya. Tetapi saya agak ragu apakah kondisi ideal tersebut akan terwujud dengan baik terutama dengan mencermati beberapa hal.
Melirik kepada masa sesudah selesainya pertarungan pilpres 2014, hubungan antara Jokowi dan Prabowo berjalan dengan baik. Mantan Pangkostrad itu juga telah menunjukkan jiwa kenegarawanannya dengan mengakui kekalahannya. Kedua tokoh itu selalu saling mengunjungi dan tidak ada komentar negatif saling menjelekkan.
Tetapi dalam satu tahun belakangan ini tidak dapat dipungkiri juga. Ketua Umum partai pemenang ketiga pada pemilu 2014 itu melontarkan beberapa kritik atau komentar keras terhadap pemerintahan Jokowi, antara lain yang dapat tentang Indonesia akan bubar tahun 2030, tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan juga mengenai korupsi.
Okelah kita anggap komentar yang demikian akan dapat dilupakan sejalan dengan pelukan hangat pada Rabu, 29 Agustus itu. Namun perlu diingat bahwa gerbong politik yang mendukung Putera Begawan Ekonomi Indonesia itu juga terdiri dari bermacam kelompok dengan berbagai agenda politik yang akan diperjuangkannya. Ada kelompok yang punya tekad; apapun yang terjadi Jokowi harus kalah pada pilpres 2019.
Berbagai isu sudah dipersiapkan untuk hal-hal seperti itu, kepemimpinan Jokowi yang lemah, pembangunan infrastruktur yang tidak berpihak kepada rakyat, hutang yang besar hingga tenaga asing yang menyerbu negeri ini akan dimunculkan lagi selama kepemimpinan Jokowi-JK.
Selanjutnya akan dilukiskan bahwa Jokowi tidak pro kepada Ummat Islam karena di masa pemerintahnya ada ormas Islam yang dibubarkan dan muncul kriminalisasi ulama. Kemudian akan ada tokoh tokoh politik yang akan menyebut parpol pengusung Jokowi adalah partai penista agama. Tidak kalah pentingnya untuk memperhatikan akan ada kelompok yang melihat semua yang dilakukan Jokowi selalu salah dan tidak ada yang benar.
Kalau hal-hal yang demikianlah yang selalu diungkapkan, maka saya pesimis bahwa pada hari-hari ke depan tensi politik di negeri ini akan semakin menurun.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H