Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tindakan Heroik Joni dan Manifestasi Kerinduan Kita terhadap Nasionalisme

23 Agustus 2018   14:03 Diperbarui: 23 Agustus 2018   14:49 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: regional.kompas.com

Hanya dalam tempo empat hari setelah tindakan heroiknya, Joni telah mengantarkannya ketemu Presiden Jokowi.

Kompas.com, 20/8/2018 memberitakan bahwa Yohanes Ande Kala alias Joni, siswa SMP asal Desa Silawan Nusa Tenggara Timur yang melakukan aksi heroik  memanjat tiang bendera akhirnya ketemu Presiden Jokowi di Istana Negara pada Senin 20 Agustus 2018.

Diberitakan Joni duduk di meja bundar paling depan bersama Tarissa Maharani, anggota Paskibraka yang bertugas membawa baki saat upacara pengibaran bendera di Jakarta.

Selain itu duduk dimeja tersebut dua teladan nasional. Kedua orang tua Joni juga hadir dan duduk di meja terpisah. Joni duduk satu meja dengan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saya sendiri terharu melihat foto Joni yang satu meja dengan Presiden serta Wakil Presiden itu.

Sejak muncul berita tentang tindakan heroik Joni, rasa haru langsung menyelimuti perasaan saya. Mulai dari dia berdiri disamping Wakil Bupati Belu NTT yang bertindak selaku Inspektur Upacara pada peringatan detik detik proklamasi di Pantai Motaain, pertemuannya dengan Menpora Imam Nachrawi di Jakarta. Begitu juga halnya sambutan hangat yang diberikan Mendikbud Muhadjir Effendi semuanya menumbuhkan rasa haru.

Demikian juga halnya ketika anak SMP itu duduk dibangku VIP menonton Pembukaan Asian Games sungguh menawarkan suasana yang sarat dengan rasa kebanggaan.

Berbagai perhatian dan penghargaan juga diberikan kepada anak yang dibesarkan jauh dari Ibu Kota Jakarta. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga akan memberi beasiswa untuk Joni. Hal tersebut diungkapkan oleh Kapuspen TNI Mayjen TNI M Sabrar Fadhillah.

Menurut Jenderal bintang dua yang akan menjabat sebagai Pangdam I/ Bukit Barisan itu, beasiswa dari Panglima TNI itu diberikan hingga Joni tamat SMA dan kepadanya juga diberikan prioritas apabila ingin menjadi prajurit TNI.

Kemudian PLN juga memberi beasiswa kepada anak yang berani ini. Beasiswa tersebut diberikan hingga selesai mengikuti pendidikan S1.
Tidak hanya kalangan pemerintah, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea juga mengundang Joni ketemu dan Hotman Paris beserta saudaranya memberi uang jajan Rp 50 juta untuk anak asal Atambua itu. Kemudian terlihat juga sambutan hangat Pejabat Gubernur Nusa Tenggara Timur, Robert Simbolon ketika Jony kembali ke NTT dari lawatannya yang mengesankan di Jakarta.

Terhadap semua pemberitaan dan penghargaan yang diterimanya layak muncul pertanyaan, apa yang membuat kita semua menghargai anak umur 15 tahun itu.

Pertama, memang tindakannya memanjat tiang bendera itu merupakan tindakan heroik. Kita saja yang nonton video nya ikut cemas karena tiang bendera setinggi lebih 20 meter itu terlihat bergoyang ketika dipanjat Joni.

Presiden Jokowi juga deg deg-an melihat aksinya itu. Artinya keberanian Joni itu penuh resiko. Bukan tidak mungkin tiang bendera itu patah dan sang pahlawan itu bisa jatuh terhempas ke tanah. Tetapi menurut pandangan saya selain faktor tindakan nya yang heroik itu ada hal lain yang membuat kita semua punya perhatian yang besar terhadap Joni.

Tindakan heroik itu terjadi saat upacara bendera 17 Agustus sebuah hari yang penuh dengan semangat nasionalisme.

Jauh didalam lubuk hati kita, tentu muncul pertanyaan apakah semua yang dilakukan sekarang ini masih dalam kerangka semangat kebangsaan atau justru sudah jauh melenceng dari semangat itu.

Berbagai hiruk pikuk yang terjadi terutama di bidang politik apakah masih menggambarkan rasa persatuan Indonesia atau justru menggambarkan kepentingan politik sesaat.

Publik mencermati adu argumentasi, debat kusir, permainan kata oleh para politisi dan adakalanya saling ngotot mempertahankan pendirian masing masing. Perdebatan yang tidak bermutu juga sering membawa mantera sakti, "semuanya untuk kepentingan bangsa". Mungkin publik diam menyaksikan itu semua.Tapi diamnya masyarakat bukan berarti mereka tidak bisa beri penilaian.

Masyarakat bisa paham apakah yang disuarakan para politisi itu benar benar untuk kepentingan bangsa atau justru hanya untuk memperjuangkan segenggam kekuasaan.

Begitu juga halnya sekarang ini muncul penilaian bahwa masyarakat kita semakin pragmatis sehingga segala sesuatunya dinilai "saya mendapat apa". Cara berpikir yang demikian tentu menjauhkan pikiran dan tindakan dari hal hal yang bersifat idealis. Sering juga dikatakan saat ini semangat kebangsaan untuk sebahagian warga masyarakat menurun.Sudah sangat jarang terdengar pembicaraan yang tulus tentang nasionalisme.

Kadang kadang muncul kegamangan dan kehawatiran menurunnya semangat nasionalisme pada bangsa ini.Adakalanya pada lahan yang bernama nasionalisme itu terasa ada kekeringan.

Di tengah suasana yang demikian lalu ada seorang anak yang berumur 15 tahun dari satu tempat yang jauh dari Jakarta dari satu tempat dekat perbatasan Timor Leste siap mempertaruhkan nyawanya untuk selembar bendera. Selembar bendera kebanggaan bangsa. Tanpa berpikir panjang dia memanjat tiang bendera itu demi kehormatan merah putih.

Ketika ditanya mengapa ia lakukan itu, Joni menjawab "Saya ingin merah putih terus berkibar".

Kita merasa lega sekaligus seperti diingatkan oleh anak SMP itu agar tetap mencintai dan menjaga terus kehormatan bendera ,kehormatan sebuah bangsa. Kita ingin merah putih terus berkibar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun