Tentu muncul rasa senang dengan kehadiran toko buku baru itu karena keberadaannya akan meningkatkan minat baca masyarakat di Medan. Gramedia telah menjadikan dirinya sebagai 'sumur'pemberi air bagi mereka yang kehausan di bidang bacaan.
Dan seperti yang kita saksikan, ibarat pohon kecil yang ditanam pada 17 Agustus 1965, pohon itu telah menjadi rindang. Punya dedaunan yang sangat lebat. Langkah yang diawali dengan menerbitkan Intisari itu telah membuahkan hasil yang mengagumkan.
Intisari yang berukuran kecil itu telah berkembang menjadi mungkin puluhan surat kabar dan majalah, muncul menjadi toko buku terkemuka, mengudara melalui radio, memberi pencerahan kepada masyarakat melalui televisi, serta menjadi hunian ideal untuk masyarakat yang menginap di hotel.
Semua badan usaha yang dirintis sejak  tahun1965 itu kemudian kita kenal sebagai Kompas Gramedia.
Terhitung sejak terbitnya majalah Intisari maka 17 Agustus 2018 merupakan ulang tahun ke -55 Kompas Gramedia( KG).
Berkaitan dengan ultah ke -55 ini, CEO Kompas Gramedia Liliek Oetomo mengungkapkan harapannya agar KG menjadi perusahaan yang terus berinovasi dan bertransformasi, profesional, dan mampu beradaptasi dengan situasi yang dinamis melalui kolaborasi dengan semua elemen.
Hal lain yang diingatkannya tentang KG, harus tetap teguh pada "jiwanya" yaitu segala usaha diarahkan hanya untuk satu tujuan yaitu mencerahkan kehidupan bangsa (enlighting people) dan selalu memberikan yang terbaik untuk Indonesia (Kompas.com - 16/8/2018).
Selanjutnya CEO KG itu meneguhkan tekad, "Kompas Gramedia tidak hanya berupaya untuk menjadi yang terbaik di Indonesia. Namun menjadi yang terbaik untuk Indonesia".
Sesungguhnya kalau dicermati kekuatan KG sejak awal ialah hal-hal yang diungkapkan oleh Liliek Oetomo itu. Ungkapannya, "Segala usaha diarahkan hanya untuk satu tujuan yaitu mencerahkan kehidupan bangsa( enlighting people) ....", sungguh sangat tepat terlebih lebih kalau mencermati berbagai sisi kehidupan bangsa kita sekarang ini.
Adakalanya kita gamang melihat perpolitikan di negeri ini. Saling hujat, saling debat, saling menjatuhkan, dan ingin benar sendiri sungguh sesuatu yang tidak mencerahkan kehidupan bangsa.
Tidak berlebihan juga kalau menyebut, banyak politisi menggunakan isu-isu berbau SARA dengan tujuan untuk menggalang suara rakyat padahal diketahuinya isu yang demikian itu punya potensi untuk memecah belah kesatuan bangsa.