Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Elit Demokrat Sebut Prabowo "Jenderal Kardus" dan Tuduh Sandiaga Bayar PAN- PKS

9 Agustus 2018   05:10 Diperbarui: 9 Agustus 2018   08:12 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh kadang kadang perpolitikan di negeri ini tidak dapat diikuti dengan baik karena sikap politik dari para pemain politik bisa berubah dengan cepat.

Memang sering dikatakan ,politik itu cair dan dinamis, tetapi kadang kala kata kata itu dibuat jadi pembenaran dari sebuah sikap politik. Menjadi muncul juga pertanyaan apakah dalam dunia politik masih ada atau masih diperlukankah adanya etika politik.

Dari berbagai fragmen politik yang terjadi ,rasanya tidak perlu ada lagi yang disebut dengan etika politik itu. Mungkin ketika membicarakan deal politik tidak diperlukan lagi adanya sikap saling percaya. Begitu juga halnya kalau beda  sikap politik, tidak salah saling hantam, saling hujat dan kalau perlu saling memaki. Mungkin masih kurang garang  tambah lagi saling fitnah.

Hari ini duduk bersama saling senyum sedangkan kemarin saling hantam lalu besok berkelahi lagi. Apakah memang hal hal yang seperti ini yang ingin disajikan kepada publik negeri ini.

Lontaran lontaran kata kata yang keras saling menghujat sungguh bukan memberi pendidikan politik yang baik untuk rakyat. Keadaan seperti inilah yang antara lain terlihat muncul dalam koalisi parpol pendukung Prabowo.

Dalam tiga minggu ini terlihat pembicaraan yang intensif diantara 4 parpol pendukung mantan Pangkostrad itu ,saling menunjungi, saling dukung, saling puji, bersalaman dengan mesra.

Namun lambat laun publik juga mulai bisa menduga pada koalisi 4 parpol itu ada masalah. Mereka belum mampu menyepakati sebuah nama untuk diusung sebagai cawapres. Berbagai argumentasi dimunculkan tetapi dibalik berbagai alasan yang dikemukakan terlihat dengan jelas adanya kepentingan masing masing parpol.

Ketika ada tanda tanda Prabowo akan gandeng AHY terlihat muncul penolakan yang keras dari PKS dan PAN.  PKS bersikukuh tetap mengusulkan Salim Segaf -Al Jufri sebagai cawapres sekurang kurangnya dengan dua alasan, ketua dewan Syuro PKS itu termasuk satu dari sembilan nama yang diusulkan partai untuk cawapres dan nama Salim Segaf -Al Jufri termasuk satu dari dua nama yang direkomendasi Ijtimak Ulama sebagai cawapresnya Prabowo. Sedangkan PAN tetap memginginkan Ketua Umumnya sebagai cawapres sembari mengatakan sikap akhir partai akan ditentukan melalui Rakernas yang seyogianya dilaksanakan tanggal 6-7 Agustus yang lalu.

Berkaitan dengan kebuntuan penentuan cawapres yang demikian lmuncul saran dari petinggi PAN yang intinya menginginkan agar cawapres itu tidak AHY dan bukan Salim Segaf Al-Jufri. Menurutnya perlu dicari figur lain.

Pada posisi yang demikian muncul juga celotehan dalam hati, kata mereka selama ini perlu ganti presiden agar negeri ini makin baik .Tetapi nyatanya hanya untuk menyepakati seorang cawapres saja pun mereka tidak mampu.

Saya juga menduga pada posisi kebuntuan yang demikian. Prabowo akan mengambil sikap koalisi dengan Demokrat dan memilih AHY sebagai wakilnya karena koalisi Gerindra -Demokrat sudah memenuhi syarat untuk mengusung sebuah pasangan pada pilpres nanti. Tetapi perkiraan itu meleset bahkan terkejut juga baca berita yang muncul pada Rabu, 8 Agustus 2018 malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun