Sungguh kadang kadang perpolitikan di negeri ini tidak dapat diikuti dengan baik karena sikap politik dari para pemain politik bisa berubah dengan cepat.
Memang sering dikatakan ,politik itu cair dan dinamis, tetapi kadang kala kata kata itu dibuat jadi pembenaran dari sebuah sikap politik. Menjadi muncul juga pertanyaan apakah dalam dunia politik masih ada atau masih diperlukankah adanya etika politik.
Dari berbagai fragmen politik yang terjadi ,rasanya tidak perlu ada lagi yang disebut dengan etika politik itu. Mungkin ketika membicarakan deal politik tidak diperlukan lagi adanya sikap saling percaya. Begitu juga halnya kalau beda  sikap politik, tidak salah saling hantam, saling hujat dan kalau perlu saling memaki. Mungkin masih kurang garang  tambah lagi saling fitnah.
Hari ini duduk bersama saling senyum sedangkan kemarin saling hantam lalu besok berkelahi lagi. Apakah memang hal hal yang seperti ini yang ingin disajikan kepada publik negeri ini.
Lontaran lontaran kata kata yang keras saling menghujat sungguh bukan memberi pendidikan politik yang baik untuk rakyat. Keadaan seperti inilah yang antara lain terlihat muncul dalam koalisi parpol pendukung Prabowo.
Dalam tiga minggu ini terlihat pembicaraan yang intensif diantara 4 parpol pendukung mantan Pangkostrad itu ,saling menunjungi, saling dukung, saling puji, bersalaman dengan mesra.
Namun lambat laun publik juga mulai bisa menduga pada koalisi 4 parpol itu ada masalah. Mereka belum mampu menyepakati sebuah nama untuk diusung sebagai cawapres. Berbagai argumentasi dimunculkan tetapi dibalik berbagai alasan yang dikemukakan terlihat dengan jelas adanya kepentingan masing masing parpol.
Ketika ada tanda tanda Prabowo akan gandeng AHY terlihat muncul penolakan yang keras dari PKS dan PAN. Â PKS bersikukuh tetap mengusulkan Salim Segaf -Al Jufri sebagai cawapres sekurang kurangnya dengan dua alasan, ketua dewan Syuro PKS itu termasuk satu dari sembilan nama yang diusulkan partai untuk cawapres dan nama Salim Segaf -Al Jufri termasuk satu dari dua nama yang direkomendasi Ijtimak Ulama sebagai cawapresnya Prabowo. Sedangkan PAN tetap memginginkan Ketua Umumnya sebagai cawapres sembari mengatakan sikap akhir partai akan ditentukan melalui Rakernas yang seyogianya dilaksanakan tanggal 6-7 Agustus yang lalu.
Berkaitan dengan kebuntuan penentuan cawapres yang demikian lmuncul saran dari petinggi PAN yang intinya menginginkan agar cawapres itu tidak AHY dan bukan Salim Segaf Al-Jufri. Menurutnya perlu dicari figur lain.
Pada posisi yang demikian muncul juga celotehan dalam hati, kata mereka selama ini perlu ganti presiden agar negeri ini makin baik .Tetapi nyatanya hanya untuk menyepakati seorang cawapres saja pun mereka tidak mampu.
Saya juga menduga pada posisi kebuntuan yang demikian. Prabowo akan mengambil sikap koalisi dengan Demokrat dan memilih AHY sebagai wakilnya karena koalisi Gerindra -Demokrat sudah memenuhi syarat untuk mengusung sebuah pasangan pada pilpres nanti. Tetapi perkiraan itu meleset bahkan terkejut juga baca berita yang muncul pada Rabu, 8 Agustus 2018 malam.
Detiknews, 8/8/2018 memberitakan, Wasekjend Partai Demokrat ( PD) Andi Arief berang terhadap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.Andi Arief menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus.
Andi Arief mengatakan "Diluar dugaan kami, ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar. Sandiaga  Uno yang sanggup membayar PAN dan PKS masing masing Rp 500 Miliar menjadi pilihannya untuk cawapres," sebut Andi Arief. "Benar benar jenderal diluar dugaan," imbuhnya.
Kalau disimak, tudingan Andi Arief ini berisikan ,Prabowo memilih Sandiaga Uno sebagai cawapresnya dan sikap ini didukung oleh Gerindra,PAN dan PKS. Untuk itu Sandiaga bersedia membayar masing masing Rp 500 Miliar untuk kedua partai itu.
Di sisi lain informasi malam ini menyebutkan duet Prabowo - Sandi semakin menguat. Terlepas dari siapa nantinya yang diusung oleh Gerindra,PAN dan PKS tetapi ada hal mendasar yang perlu dijernihkan oleh PAN dan PKS terkait tuduhan Andi Arief tersebut.
Kalaulah tuduhan Wakil Sekjend Demokrat itu fitnah, layaklah hal tersebut diadukan ke pihak yang berwajib. Karena tuduhan tersebut akan merugikan nama baik kedua parpol terlebih lebih keduanya merupakan parpol yang berbasiskan ummat Islam.
Kalau tidak ada klarifikasi tentang hal itu maka stigma negatif akan melekat sedangkan pada April nanti pemilu legislatif juga akan digelar. Jika tuduhan tersebut terus berlarut maka diperkirakan simpati ummat akan menurun kepada kedua partai itu.
Memang sekarang ini sudah muncul bantahan dari petinggi PAN dan PKS. Tetapi kalau hanya sebatas saling bantah tidak akan membuat jernih persoalan. Andi Arief , Wakil Sekjend Demokrat telah mengutarakan tuduhan ini ,lalu akankah kedua partai akan mengadukannya kepada yang berwajib?
Publik menunggu itu.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H