Perhatian masyarakat yang berminat ke politik tertuju juga ke kawasan Kuningan Jakarta Selatan tadi malam. Seperti yang sudah dijadwalkan, Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, tadi malam, Selasa, 24 Juli 2018 pada pukul 19.13 tiba dikediaman Presiden ke 6 RI ,Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah salam salaman, cipika cipiki kedua tokoh bangsa itu memasuki rumah dan kemudian disebuah ruangan melangsungkan pertemuan tertutup empat mata.
Masyarakat yang berminat politik menunggu terjadinya peristiwa  tersebut karena pertemuan itu diharapkan akan menjawab  beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama yang mengemuka ,apakah kedua parpol akan berkoalisi pada pilpres 2019.Kalau berkoalisi ,siapakah figur yang akan diusung untuk posisi capres dan cawapres.
Selanjutnya, apakah Demokrat mengharuskan AHY sebagai cawapres. Turunan dari pertanyaan yang demikian ,dengan parpol mana saja nanti koalisi akan dibangun.
Pertanyaan tersebut  mengemuka karena selama ini telah muncul anggapan  publik, bahwa PAN dan PKS akan gabung ke Gerindra.
Setelah mengadakan pertemuan  sekitar dua jam ,kedua Ketua Umum Parpol menggelar temu  pers dan terungkaplah hal hal berikut. Kedua parpol sepakat untuk berkoalisi.Artinya malam itu koalisi formal belum terbentuk. Masih akan ada pembicaraan lanjutan untuk terbentuknya koalisi.
Demokrat telah sepakat untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.SBY juga mengatakan kekuatan politik kedua parpol sudah cukup untuk mengajukan pasangan calon pada pilpres 2019.
Hal terpenting lainnya yang dikemukakan kedua Ketum Parpol ,sepakat untuk mencegah politik identitas dan mencegah politik SARA . Lalu bagaimana dengan posisi AHY
SBY mengatakan, posisi cawapres bukanlah harga mati untuk Demokrat. Walaupun Demokrat punya sikap yang demikian tetapi Prabowo mengatakan,apabila parpol koalisi mengusulkan AHY sebagai cawapres lalu dikatakannya, Why Not.
Walaupun semua pertanyaan yang ada  dihati belum terjawab sepenuhnya  dengan pertemuan dimaksud, namun ada  poin yang layak dihargai dan juga masih ada poin yang menyisakan pertanyaan.
Kesepakatan kedua Ketua Umum untuk mencegah politik identitas serta mencegah politik SARA merupakan komitmen berharga untuk merajut semangat kebangsaan kita.
Seperti yang kita saksikan pada proses pilkada DKI 2017, politik identitas sangat massif digunakan dan eksesnya  sampai sekarang  masih terasa. Semangat kebangsaan yang telah terbuhul puluhan tahun itu serasa goyah ketika politik identitas digunakan untuk kepentingan politik.
Berkaitan dengan hal tersebut maka wajar muncul pertanyaan ,apakah nantinya kedua parpol akan gabung dengan Alumni 212 untuk berjuang bersama menuju pilpres. Seperti yang kita lihat Alumni 212 ini sering menggunakan idiom idiom politik identitas dalam gerakannya.
Walaupun Gerindra tidak pernah menyatakan setuju dengan penggunaan politik identitas tetapi di sebahagian masyarakat telah terbentuk persepsi bahwa Alumni 212 akan mendukung partai ini pada pilpres.
Sesungguhnya, Gerindra adalah partai yang berbasiskan semangat kebangsaan dan Prabowo ,tokoh utamanya adalah seorang nasionalis sejati. Dengan adanya lampu hijau dari Demokrat yang juga partai berbasiskan kebangsaan dan telah mencanangkan dukungannya kepada Prabowo maka bisa terjadi Gerindra akan meninggalkan sekutunya yang masih mengedepankan politik identitas.
Tidak dapat dipungkiri, sebelum ketemu SBY, Gerindra seperti punya ruang manuver politik terbatas mengingat jumlah kursi nya di parlemen belum cukup untuk mengusung pasangan calon pada pilpres. Karenanya partai ini masih membutuhkan dukungan dari parpol lain.
Tetapi sekarang dengan dukungan penuh Demokrat ,kedua partai akan semakin dapat menunjukkan jati dirinya sebagai kekuatan politik yang mengedepankan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Selanjutnya menarik juga mencermati ungkapan Prabowo tentang posisi AHY. Seperti yang kita ketahui ,PKS telah menyatakan memberi dukungan untuk Prabowo maju pada pilpres dengan syarat cawapresnya berasal dari kader partainya. Sepengetahuan saya, Prabowo belum pernah menyatakan setuju dengan persyaratan ini.
Hal tersebut juga dibuktikan dengan semakin derasnya suara kader PKS yang menginginkan agar mantan Pangkostrad itu segera memberi kepastian terhadap tawaran yang disampaikan.
Dihubungkan dengan sikap Prabowo dan SBY yang menolak penggunaan politik identitas maka menurut feeling saya,Prabowo akan lebih memilih AHY sebagai pendampingnya daripada tokoh lain.
Alasan saya berpendapat demikian ialah,kalau memang sejak awal Prabowo ingin menggandeng kader PKS, hal itu sudah lama dilakukannya. Seperti kita ketahui Prabowo sudah mendeklarasikan dirinya sebagai capres pada 11 April 2018. Sejak pendeklarasian itu, PKS sudah menawarkan kadernya sebagai pendamping mantan Pangkostrad itu.Tetapi tiga bulan lebih telah berlalu, Ketua Umum Gerindra itu belum memberi jawaban.
Kemudian dengan menggandeng AHY, Prabowo bisa melirik potensi lain yakni pemilih muda negeri ini.Dalam berbagai kesempatan, putra begawan ekonomi terkemuka Indonesia itu sering memberi pujian untuk putra sulung SBY itu yang dilukiskannya sebagai pemimpin muda bangsa. Berkaitan dengan hal hal yang dikemukakan tersebut maka semakin menarik untuk melihat langkah politik Gerindra-Demokrat selanjutnya.
Salam Demokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H