Andainya benar bahwa SP3 itu telah diterbitkan tentu hal yang demikian cukup dijelaskan oleh Mabes Polri atau Mapolda Metro Jaya. Dan begitu juga sebaliknya, andainya informasi tersebut tidak benar tentu cukup dibantah oleh Polri.
Pertanyaan yang muncul lalu kenapa harus ada pertemuan di Istana Bogor untuk membahas SP3 itu? Saya meyakini ketika Polri menetapkan Rizieq sebagai tersangka dalam kasus percakapan yang mengandung konten pornografi itu tentu didasari oleh berbagai bukti yang dimilki oleh penyidik. Artinya penetapan sebagai tersangka itu murni peristiwa hukum. Begitu juga andainya benar SP3 telah diterbitkan juga dilandasi oleh pertimbangan hukum dan bukan karena adanya intervensi dari pihak manapun.
Namun demikian walaupun hal tersebut murni tindakan hukum tetapi karena kasus ini menyangkut tokoh sekaliber Rizieq maka tidak dapat dihindari tindakan hukum itu akan melahirkan hal hal yang berkaitan dengan masalah politik. Kita mengetahui bahwa belakangan ini marak berkembang kata kata terjadinya kriminalisasi terhadap ulama.
Maka seandainya SP 3 terhadap Rizieq telah diterbitkan, maka tugas pertama pemerintah ialah bagaimana menjelaskan ke masyarakat bahwa penetapannya sebagai tersangka itu murni hukum dan bukan karena alasan politik.
Demikian juga halnya penerbitan SP3 itu selayaknya dijelaskan unsur tindak pidana apa yang tidak terpenuhi sehingga surat penghentian penyidikan itu diterbitkan. Hal ini penting karena 2 hal, yakni pertama, penerbitan SP3 bukan karena adanya intervensi. Dan kedua, tidak ada deal politik sehubungan dengan penerbitan SP3 itu.
Dalam pandangan saya hal selanjutnya yang perlu dicermati ialah rencana kembalinya Rizieq ke Indonesia. Menurut perkirakan saya apabila SP3 telah diterbitkan tentunya Imam Besar FPI itu akan kembali ke negeri ini dan diperkirakan juga kepulangannya itu akan disambut secara besar besaran oleh para pendukungnya.
Dalam taraf tertentu kepulangan Rizieq ini akan dibuat semeriah mungkin menyerupai kembalinya Ayatullah Khomeini ke Teheran dari pengasingannya di Prancis beberapa puluh tahun yang lalu.
Kembalinya Rizieq jangan dijadikan momentum politik yang arahnya ditujukan ke Jokowi. Berkaitan dengan hal tersebut tentu lebih bijaksana Rizieq kembali tanpa penyambutan besar besaran agar tidak diisi oleh agenda politik yang dapat merugikan Jokowi.
Hal ini perlu dibicarakan dengan Rizieq maupun dengan tokoh tokoh yang ada pada lingkaran utamanya. Setelah Rizieq berada di negeri ini tidak salah kalau ia dirangkul oleh Jokowi agar Imam Besar itu tidak dimanfaatkan oleh lawan-lawan politik mantan Gubernur DKI itu.
Perlu juga diingat bahwa Rizieq menempati posisi paling atas pada rekomendasi calon presiden yang dihasilkan oleh Rakornas PA 212 yang diadakan di Jakarta pada akhir Mei lalu. Tim Jokowi harus mampu menepis isu yang diungkapkan banyak kalangan bahwa mantan Gubernur DKI ituialah sosok yang dianggap islamophobia.
Kembalinya Rizieq merupakan sebuah bukti bahwa Jokowi bukan anti-Islam, dan malah sebaliknya, ia menempatkan dirinya sebagai pemimpin bangsa yang merangkul semua anak bangsa.