H. Anif memegang tangan saya dan kami memasuki ruang tamu rumah itu. Masih terlihat kursi tamu yang menurut saya sangat antik. Kami melangkah lagi kedalam ruangan dan saya memijak keramik (mungkin istilahnya kurang tepat) yang saya duga masih keramik asli.
Di berbagai ruangan saya melihat lemari-lemari antik yang berdiri kokoh. Cermin atau kaca pada lemari itu sungguh kilat dan mengesankan. Kemudian saya pandangi sudut tangga yang indah.
Saya termenung, luar biasa perusahaan perkebunan ini dahulu. Malahan karena tingginya minat masyarakat internasional terhadap tembakau Deli maka pada awalnya dibukalah kantor pemasaran tembakau deli di Amsterdam. Tetapi ketika terjadi pertikaian dengan Belanda berkaitan dengan Irian Barat (sekarang Papua) maka sekitar tahun 1963 (?) kantor pemasaran itu dipindahkan ke Bremen Jerman Barat.
Saya terjaga dari lamunan ketika Bapak H. Anif menyapa saya. "Bagaimana pendapat Bapak tentang bangunan ini?" ujarnya. Wah luar biasa kata saya.
Memang 25 tahun yang lalu saya pernah ke gedung tua itu tetapi masih digunakan sebagai kantor.
Sekarang semakin terasa suasana artistik dan Keanggunannya karena Bapak H. Anif dikenal punya "taste" tinggi untuk hal-hal yang berbau keindahan. Dengan diantar pemilik rumah sampai ke pintu depan, sekitar pukul 20.00 saya meninggalkan halaman bangunan bersejarah itu.
Saya bukanlah arsitek dan bukan juga ahli bangunan. Saya percaya andainya yang berkunjung ke gedung itu seorang pakar dibidang arsitek jauh akan lebih menarik lagi tulisannya dibandingkan dengan artikel yang saya tulis ini. Terima kasih Bapak H. Anif yang telah mengundang saya ke gedung yang bersejarah dan megah itu.
Salam Kompasiana !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H