Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berkunjung ke Gedung Tua Bergaya Eropa di Medan

3 Juni 2018   16:30 Diperbarui: 5 Juni 2018   15:14 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

H. Anif memegang tangan saya dan kami memasuki ruang tamu rumah itu. Masih terlihat kursi tamu yang menurut saya sangat antik. Kami melangkah lagi kedalam ruangan dan saya memijak keramik (mungkin istilahnya kurang tepat) yang saya duga masih keramik asli.

Kubah yang sangat indah (Dok .Pribadi)
Kubah yang sangat indah (Dok .Pribadi)
Saya memandang ke atas, wah terlihat sebuah kubah (dome) yang sangat indah. Dari kacanya yang berwarna warni berpendar-pendar sinar matahari sore yang kemudian jatuh ke ruang makan rumah itu. Sebuah ruang makan yang mungkin disebut bergaya kolonial. Meja panjang yang dikelilingi kursi kursi antik dan lampu lampu yang anggun meneranginya. Saya tidak tahu apa nama jenis lampu antik itu. Pada ruang makan yang anggun itulah kami berbuka puasa dan juga makan malam sesudah sholat Maghrib.

Ruang Makan yang anggun (Dok .Pribadi)
Ruang Makan yang anggun (Dok .Pribadi)
Sesudah Maghrib saya dan Bapak H. Anif beserta beberapa teman teman melanjutkan lagi "touring" di bangunan bersejarah itu. Untuk pertama kalinya saya melihat sebuah brankas yang tingginya sama dengan saya. Pada awalnya saya berpikir itu adalah pintu tetapi nyatanya itu adalah brankas yang sudah sangat tua sekali.

Di berbagai ruangan saya melihat lemari-lemari antik yang berdiri kokoh. Cermin atau kaca pada lemari itu sungguh kilat dan mengesankan. Kemudian saya pandangi sudut tangga yang indah.

Saya termenung, luar biasa perusahaan perkebunan ini dahulu. Malahan karena tingginya minat masyarakat internasional terhadap tembakau Deli maka pada awalnya dibukalah kantor pemasaran tembakau deli di Amsterdam. Tetapi ketika terjadi pertikaian dengan Belanda berkaitan dengan Irian Barat (sekarang Papua) maka sekitar tahun 1963 (?) kantor pemasaran itu dipindahkan ke Bremen Jerman Barat.

Saya terjaga dari lamunan ketika Bapak H. Anif menyapa saya. "Bagaimana pendapat Bapak tentang bangunan ini?" ujarnya. Wah luar biasa kata saya.
Memang 25 tahun yang lalu saya pernah ke gedung tua itu tetapi masih digunakan sebagai kantor.

Sekarang semakin terasa suasana artistik dan Keanggunannya karena Bapak H. Anif dikenal punya "taste" tinggi untuk hal-hal yang berbau keindahan. Dengan diantar pemilik rumah sampai ke pintu depan, sekitar pukul 20.00 saya meninggalkan halaman bangunan bersejarah itu.

Saya bukanlah arsitek dan bukan juga ahli bangunan. Saya percaya andainya yang berkunjung ke gedung itu seorang pakar dibidang arsitek jauh akan lebih menarik lagi tulisannya dibandingkan dengan artikel yang saya tulis ini. Terima kasih Bapak H. Anif yang telah mengundang saya ke gedung yang bersejarah dan megah itu.
Salam Kompasiana !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun