Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Jokowi Masih Menginginkan JK Jadi Cawapresnya?

4 Mei 2018   07:27 Diperbarui: 4 Mei 2018   08:21 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jusuf Kalla ketika mengisi pada acara Kompasianival 2012 (Kompas)

Tidak berlebihan kalau mengatakan ,Jusuf Kalla adalah seseorang yang sangat istimewa. Sosok ini lahir pada 15 Mei 1942. Dengan demikian usianya saat ini sudah mendekati 76 tahun. 

Pada usia yang demikian ia terlihat sehat ,selalu optimis dan enerjik. Saat ini pria kelahiran Watampome inilah yang paling tua usianya yang masih muncul dan memegang peran penting dalam perpolitikan di negeri ini. 

Dia lebih tua dari : Megawati ( lahir 1947),Wiranto ( lahir 1947), SBY ( lahir 1949 ) ,Prabowo Subianto ( lahir 1951). Kalau banyak pensiunan yang menyebut dirinya sebagai " askar tak berguna " namun tidak demikian halnya dengan JK .Dia adalah " askar yang berguna sepanjang masa".

JK merupakan anak ke 2 dari pasangan Haji Kalla dan Athirah.Haji Kalla adalah seorang saudagar terkenal dari Bugis,Sulawesi Selatan. Dari kisah perjalanan hidupnya terlihat lah bahwa JK memiliki berbagai pengalaman yang kaya yang kemudian resultante nya membentuk seorang JK seperti yang kita kenal sekarang ini.

Sejak muda semasih tinggal di Makassar ia sudah aktip di berbagai organisasi seperti di PII( Pelajar Islam Indonesia ),sebuah organisasi pelajar independen yang pada dekade 60 an merupakan salah satu organisasi pelajar terbesar di negeri ini. 

Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) Cabang Makassar ( 1965-1966).Selanjutnya karir organisasinya semasa mahasiswa semakin menanjak ketika ia menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin ( 1965-1966) .Jusuf Kalla juga pernah menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi 

Mahasiswa Indonesia ( KAMI) sebuah konfederasi organisasi mahasiswa yang sangat aktip pada 1965-1967. Pengalamannya sebagai pengusaha juga diasah ketika tahun 1968 ia diangkat sebagai CEO NV Haji Kalla ,perusahaan yang didirikan oleh ayahnya. 

Dibawah kepemimpinannya perusahaan ini berkembang dengan pesat. Dari sosok aktivis pelajar dan mahasiswa ia juga terjun di dunia politik dengan terlibat aktip di Golongan Karya (Golkar). 

Di partai berlambang pohon beringin ini ia terpilih sebagai Ketua Umum pada tahun 2004 menggantikan Akbar Tanjung. Pengalamannya mengelola pemerintahan semakin mantap ketika diangkat jadi menteri pada Kabinet Gus Dur.Presiden ke -5 Megawati Soekarnoputri juga memercayainya sebagai menteri. 

Kemudian pada tahun 2004 berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pertarungan pilpres yang kemudian menghantarnya pada jabatan sebagai Wakil Presiden. 

Ketika kemudian pada pilpres 2009 ,ia berpisah jalan dengan SBY karena presiden kelahiran Pacitan itu memilih Budiono sebagai cawapresnya. JK juga maju pada kontestasi pilpres itu dengan menggandeng Wiranto sebagai cawapresnya dan pasangan ini  kalah. Dengan kekalahan itu banyak orang meramalkan akan tammatlah karir politik putra Haji Kalla itu.

Tetapi tanpa terduga pada pilpres 2014 ,Joko Widodo mengajaknya berpasangan yang kwmudian menjadikannya orang pertama di republik ini dua kali jadi wakil presiden dengan dua presiden yang berbeda. 

JK juga merupakan Ketua Umum Palang Merah Indonesia .Ia juga menjabat sebagai Ketua Dewan Masjid ( DMI) Indonesia. Dengan kekayaan pengalaman yang demikian serta dengan popularitas serta pengaruh yang dimilikinya maka wajarlah orang meliriknya pada kontestasi pilpres 2019 nanti. 

Tentu muncul pertanyaan ,dengan rekam jejaknya yang demikian apakah Jokowi masih menginginkan putra Bugis itu sebagai wakilnya. Untuk itu layaklah kita gunakan ukuran objektip serta subjektip untuk membahasnya. 

Jokowi akan didukung oleh 5 parpol pada pilpres 2019 yakni : PDIP,Golkar,Hanura ,Nasdem dan PPP. 

Tiga diantara 5 parpol tersebut kelihatannya menginginkan posisi cawapresnya Jokowi.Ketiga parpol itu adalah Golkar ( Airlangga Hartarto), Hanura ( Wiranto) dan PPP( Romahurmuzij).PDIP belum mengumumkan siapa yang akan dicalonkannya sebagai cawapres tetapi kemungkinan besar partai ini akan mengusulkan Puan Maharani sebagai pendamping Jokowi.

Untuk menentukan siapa pasangannya nanti tidak dapat diputuskan sendiri oleh Jokowi malahan secara ketentuan yang berlaku parpol atau koalisi parpol lah yang mengusung pasangan calon dan mendaptarkannya ke Komisi Pemilihan Umum( KPU). Menurut dugaan saya ,sekurang kurangnya ada 3 pertimbangan Jokowi dalam menentukan cawapresnya.

Pertama, pasangannya itu harus punya elektabilitas tinggi yang akan dapat memberikan kontribusi suara untuk pasangan tersebut.  Sampai sekarang yang telah diumumkan sebagai penantang Jokowi nanti adalah Prabowo Subianto yang kemungkinan akan diusung oleh Gerindra-PKS dan PAN.

Apabila koalisi ini terbentuk dan Amien Rais ada disana maka sudah dapat diduga forum forum pengajian dan dakwah akan digunakan sebagai medium kampanye untuk Prabowo dan pasangannya serta juga digunakan untuk menggerus elektabilitas Jokowi dan pasangannya. Forum Alumni 212 juga diperkirakan akan memberikan suaranya untuk Prabowo.

Untuk itu Jokowi membutuhkan patner yang dapat meningkatkan elektabilitasnya khususnya dari massa yang berbasis Islam. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap kemampuan nama nama cawapres Jokowi yang sudah beredar sekarang ini tetapi rasanya tidak ada figur sekuat JK untuk meraih suara pemilih yang berbasis Islam tersebut.

Figur sekaliber JK semakin dibutuhkan Jokowi apabila nanti Partai Kebangkitan Bangsa tidak berada pada kubu Jokowi. Memang pada kubu Jokowi ada Romahurmuzij ,Ketua Umum PPP .Tapi dalam pandangan saya popularitas figur Ketua Umum PPP  ini pada pemilih Muslim masih kalah dengan JK.

Perlu juga diingat bahwa JK adalah Musytasar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama . 

Hal kedua yang menjadi pertimbangan Jokowi dalam memilih cawapresnya adalah keharmonisan dalam bekerja apabila terpilih nanti sebagai presiden. Sekarang ini terlihat secara umum ,hubungan kerja Jokowi-JK terpelihara dengan baik.Malahan ada yang menarik memerhatikan posisi JK sebagai wapresnya Jokowi dibandingkan posisinya ketika menjadi wapresnya SBY.

Ketika duet SBY-JK memimpin negeri ini sering muncul kesan adanya " matahari kembar". JK kelihatannya tidak berkenan kalau hanya diposisikan sebagai "ban serap". Ia harus aktip terlibat dalam pengambilan keputusan penting di republik ini.

Kehawatiran munculnya " matahari kembar " ini jugalah yang mengemuka ketika pada tahun 2014 muncul berita Jokowi akan berpasangan dengan JK. Nyatanya sekarang ini ,JK mampu mengambil posisi yang tepat sehingga adanya kehawatiran munculnya " matahari kembar " itu tidak terjadi.

Oleh karena keharmonisan pasangan yang demikianlah tidak salah kalau mengatakan Jokowi merasa nyaman dengan JK. Kemudian hal ketiga yang dipikirkan Jokowi tentang cawapresnya berkaitan dengan soliditas parpol pengusungnya.

Menurut dugaan saya tidak mudah bagi 5 parpol pendukung Jokowi itu untuk menghasilkan sebuah rumusan tentang figur mana yang layak untuk dipilih sebagai pasangan Jokowi.Setiap parpol tentu punya dasar ,punya kepentingan dan punya argumentasi masing masing ketika memperjuangkan kadernya sebagai cawapresnya presiden petahana itu.

Dari berbagai pendapat atau komentar yang mengemuka terlihat Partai Golkar sangat menginginkan agar Airlangga Hartarto lah yang dipilih Jokowi sebagai pasangannya.

Dalam kondisi internal yang demikian tentu sangat nyaman bagi Jokowi apabila JK yang muncul karena dengan hal tersebut tidak akan ada parpol yang kehilangan muka. Dari hal hal yang dikemukakan tersebut saya beranggapan bahwa Jokowi tetap menginginkan JK sebagai wakilnya.

Tetapi kita juga sadar bahwa hal tersebut sangat tipis kemungkinan untuk terjadi mengingat adanya ketentuan dalam perundangan kita yang menutup kesempatan untuk JK maju kembali sebagai cawapres. 

Tetapi siapa tahu upaya yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tentang pengertian pembatasan masa jabatan wapres yang hanya dua kali itu membuahkan hasil. Peluang untuk itu menurut saya kecil kemungkinannya dan kalaupun itu terjadi itu adalah sebuah keajaiban.

Salam Demokrasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun