Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar dari Guatemala, Bisakah Jokowi Dikalahkan Propaganda?

11 April 2018   09:53 Diperbarui: 11 April 2018   09:59 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjelang pilpres 2019 tensi politik di negeri ini terasa semakin meninggi.Hasil berbagai lembaga survey menyebutkan posisi Jokowi masih berada pada posisi tertinggi baru kemudian disusul oleh Prabowo Subianto.Selisih prosentase suara diantara keduanya masih cukup besar walaupun posisi Jokowi sebagai presiden yang sedang berkuasa juga belum terlalu aman.

Tingkat keterpilihan Jokowi yang tinggi itu tidak dapat ditampik karena prestasi yang ditorehkannya dalam pembangunan bangsa dan negara ini.Disamping itu kesederhanaannya dalam penampilan dan cara komunikasinya dengan bahasa yang dimengerti oleh rakyat juga merupakan kelebihannya.

Tetapi namanya politik ,seperti yang kita lihat ,Jokowi juga dihantam oleh berbagai issu yang apabila terus berkembang secara perlahan lahan akan dapat menggerus tingkat elektabilitasnya.

Sepanjang yang dicermati ada beberapa poin atau issu yang digunakan untuk menyerang Jokowi antara lain1). Ia adalah PKI atau turunan PKI,).2).anti terhadap Islam,3).sangat dekat dengan para konglomerat,4). Berpihak kepada aseng  ,termasuk dengan Tiongkok,5).juga berpihak kepada asing,6).proyek infra struktur hanya menguntungkan orang kaya,seperti pembangunan jalan tol,7).kepemimpinan yang lemah ,8) gemar melakukan pencitraan dan 9).hutang Indonesia semakin membesar di masa Jokowi.

Saya berpikir apakah kalau issu atau poin ini secara terus menerus dikembangkan oleh berbagai kelompok bisa jadi dalam setahun ini elektabilitasnya akan menurun secara drastis.
Ketika dalam pikiran pikiran yang demikianlah saya membaca Kompas.com,9/4/2018.

Di media on line milik Kompas grup itu ada artikel yang ditulis Halim Mahfudz yang bertajuk" Indonesia Menghadapi Propaganda".
Halim Mahfudz yang merupakan dosen ,praktisi komunikasi yang sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren Seblak di Jombang ,Jawa Timur itu menceritakan pengalaman Guatemala.

Diceritakan tahun 1951-1954 ,Guatemala dipimpin oleh Presiden Jacobo Arbens .Dia ada lah presiden yang populer yang terpilih pada tahun 1951 melalui proses demokratis dan memenangkan pemilihan dengan margin lebih dari 50 persen.

Langkah utama yang dilakukannya adalah reformasi sosial warisan pendahulunya.Reformasi sosial sosial waktu itu meliputi perluasan hak memilih bagi rakyat,legalisasi pertai politik,mengijinkan debat publik dan memberikan hak berorganisasi bagi buruh.

Kebijakan paling penting yang dilakukan Arbens adalah reformasi agraria.Lahan lahan luas milik swasta yang tidak ditanami dialokasikan ulang untuk kepentingan umum.

Kebijakan ini ternyata bertentangan dengan kepentingan perusahaan Amerika,United Food Company.

Untuk melindungi kepentingannya ,perusahaan Amerika ini mencari cara bagaimana untuk menggagalkan kebijakan itu.Mereka membayar ahli public relation terkemuka Edward Bernays yang kemudian melakukan langkah langkah stragtegis komunikasi yang disebut propaganda.

Propaganda adalah langkah komunikasi masif yang menggunakan berbagai cara untuk memenangkan komunikasi publik dan mengubah perilaku kelompok sasaran sesuai tujuan propaganda.

Propaganda menggunakan informasi bohong atau setengah benar ,misleading information ,informasi yang bias atau dengan data data historis yang dipilih untuk keuntungan misi mereka.

Bernays menerapkan strategi mulai dari membangun opini bahwa Presiden Guatemala itu Komunis dan pemerintahannya menjadi ancaman komunisme bagi Amerika Serikat.
Singkat cerita ,propaganda ini ujungnya melibatkan media massa dan CIA yang kemudian beroperasi dari negara tetangga Guatamela yaitu Honduras dan El Salvador melakuksn kudeta dan akhirnya Arbenz pun tumbang.

Dari pengalaman Guatemala ini dapat dicatat beberapa hal penting.

1) .presiden yang mendapat mandat lebih dari 50 % rakyat pun dapat tumbang.
2).otak dari tumbangnya presiden itu adalah seorang ahli propaganda.
3).dengan propaganda yang dilancarkan secara sistimatis ,opini publik dapat dibentuk yang pada akhirnya memberi gambaran yang buruk tentang presiden.
4).keikutsertaan campur tangan negara lain menjadi faktor penting penyebab tumbangnya presiden.
5). semua hal yang berkaitan dengan tumbangnya presiden itu karena adanya kepentingan bisnis yang terganggu.

Berkaca kepada pengalaman Guatemala dimaksud maka muncul pertanyaan yang menggoda ,apakah Jokowi bisa jatuh akibat propaganda?.
Saya percaya bahwa Jokowi dan timnya tentu sangat paham tentang hal ini.

Tetapi untuk sekedar catatan tidak salah kalau Tim Jokowi lebih gencar membalas serangan yang selalu menuduhnya sebagai turunan PKI.Issu tentang turunan PKI ini akan dijadikan sudut bidik yang empuk terhadap mantan Walikota Solo itu.

Begitu juga dengan tuduhan bahwa Jokowi anti Islam .Diperlukan penjelasan serta penyampaian informasi yang terus menerus bahwa Jokowi bukanlah anti Islam .Pembubaran HTI misalnya bukan karena didorong oleh kebenciannya terhadap Islam tetapi semata mata karena organisasi itu dinilai menganut paham yang bertentangan dengan dasar dan ideologi negara Pancasila.Penjelasan tentang hal ini sangat bijaksana apabila dilakukan oleh tokoh tokoh ataupun ulama Islam.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan hutang Indonesia.Berapa sebenarnya hutang baru selama tiga tahun setengah Jokowi memimpin negeri ini.Memang Presiden Jokowi telah menyatakan besaran hutang sebelum pemerintahannya dan berapa besar bunganya.

Namun perlu kejelasan selama kepemimpinannya berapa besar hutang itu.Pembicaraan mengenai hutang Indonesia semakin ramai dibicarakan karena Rizal Ramli juga banyak berbicara tentang hal tersebut.Selanjutnya perlu penjelasan apakah besaran hutang sekarang ini masih dalam posisi aman atau dalam keadaan yang menurut Rizal Ramli " gali lubang tutup jurang".

Hal lain kritik yang ditujukan kepada Jokowi berkaitan dengan aseng dan asing.
Terkesan dari berbagai pemberitaan bahwa Jokowi sangat dekat dengan Republik Rakyat Tiongkok.

Sangat tepat kalau diungkapkan berapa sebenarnya utang kita ke negara yang sekarang sudah menjadi kekuatan ekonomi dunia itu dan seberapa besar investasi yang mereka tanamkan di negara ini.Begitu juga halnya dengan merebaknya issu masuknya tenaga kerja dari negara yang dulu dijuluki " Negara Tirai Bambu itu".

Dengan memberi penjelasan terhadap issu kritis yang ditujukan ke Jokowi itu,masyarakat akan memperoleh informasi yang benar dan terpercaya.
Guatemala dan beberapa negara lainnya pernah bergolak karena berbagai propaganda yang sengaja diciptakan dan kita percaya tim Jokowi sudah mengantisipasi hal tersebut.

Salam Demokrasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun