Rabu,13 Desember 2017, setelah melalui drama tujuh jam ,Jaksa KPK telah membacakan surat dakwaan terhadap Setya Novanto.
Dakwaan tersebut menyatakan bahwa Setnov memperkaya diri sendiri dan korporasi sehingga  negara rugi Rp.2,3 Triliun. Novanto disebut menerima 7,3 juta dollar Amerika Serikat.Â
Pada dakwaan juga disebut nama nama yang menerima uang korupsi e-KTP ,mulai dari para pejabat di lingkungan Kementerian Dalam Negeri,para pengusaha dan juga sejumlah anggota dan mantan anggota DPR RI.
Dengan pembacaan dakwaan tersebut upaya praperadilan yang dilakukan Setnov juga menjadi gugur. Hal ini berarti " nasib" Setnov hanya akan ditentukan oleh Pengadilan Tipikor. Oleh karena sejumlah nama termasuk nama anggota dan mantan anggota DPR telah disebutkan maka diperlukan waktu yang lama untuk menuntaskan keseluruhan dugaan kasus korupsi e-KTP tersebut.
Kemungkinan akan ada puluhan sidang pengadilan yang diselenggarakan secara terpisah terhadap masing masing pelaku korupsi terhadap nama nama yang dinyatakan dalam dakwaan Setnov dimaksud.Â
Oleh karena banyaknya sidang sidang terpisah tentang kasus mega korupsi ini maka juga akan dibutuhkan waktu yang lama untuk menuntaskannya. Setiap persidangan pengadilan yang dilakukan akan memberi gambaran terhadap publik tentang tingkat keterlibatan masing masing pelaku termasuk nama nama anggota dan mantan anggota DPR.
Melalui berbagai persidangan yang akan digelar maka persepsi publik pun akan terbentuk tentang keterlibatan anggota / mantan anggota DPR yang pada gilirannya juga akan membentuk persepsi publik terhadap partai politik tempat asal mereka. Seperti diketahui dalam dua tahun kedepan ini akan ada dua peristiwa politik yang besar yaitu Pilkada serentak Juni 2018 dan pemilu serentak April 2019.
Pada Pilkada serentak 2018 diperkirakan akan ada nama nama yang disebut pada dakwaan jaksa yang berkaitan dengan kasus korupsi e-KTP yang akan ikut bertarung pada kontestasi demokrasi nanti. Dengan disebutnya nama yang bersangkutan pada dakwaan Setnoov atau dakwaan terhadap pelaku lainnya maka hal ini akan mempengaruhi tingkat elektabilitasnya pada Juni 2018.
Begitu juga halnya terhadap nama nama yang akan mengikuti pemilu serentak 2019 ,hampir dapat dipastikan, tingkat keterpilihan nya akan dipengaruhi oleh sejauhmana keterlibatannya pada kasus korupsi e- KTP dengan jumlah kerugian negara yang begitu mencengangkan.
Seperti diketahui pemilu serentak 2019 merupakan pemilihan terhadap: 1).presiden dan wakil Presiden,2). anggota DPR RI,3). Anggota DPD,4). Anggota DPRD Provinsi ,5). Anggota DPRD Kabupaten/ Kota. Apabila ternyata nanti persidangan persidangan kasus korupsi e- KTP memutuskan banyak wakil rakyat yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut maka karir politik mereka pun akan berakhir.
Begitu juga parpol tempat asal mereka juga akan terkena imbas politik yang sangat merugikan. Kemungkinan besar pertimbangan politik yang demikianlah yang menjadi salah satu alasan pembentukan Pansus KPK oleh DPR RI. Senayan sangat menyadari apabila kasus korupsi e- KTP terus diproses dan dikembangkan KPK maka Parlemen beserta parpol yang anggotanya terlibat akan menuai hasil yang merugikan mereka.
Untuk itu dibentuklah Pansus yang antara lain bertujuan memberi tekanan politik terhadap KPK untuk menghentikan langkahnya . Kita masih ingat berbagai ancaman Senayan telah pernah dimunculkan ,seperti akan menghentikan pembahasan anggaran untuk KPK, mengamputasi kewenangan yang dimiliki komisi anti rasuah tersebut serta berbagai langkah lainnya yang sudah dipersiapkan.
Tetapi sikap tegas KPK yang tidak mau tunduk terhadap tekanan Senayan tersebut serta juga sikap Presiden Jokowi yang tidak mau melemahkan peran KPK, kelihatannya membuat Pansus tidak berhasil mencapai target politiknya. Sikap Jokowi tersebut antara lain terlihat dari tidak bersedia nya Jokowi menerima Pansus dimaksud.
Tidak salah kalau muncul kesan bahwa Pansus telah gagal melibatkan Jokowi dalam kegiatan mereka. Karenanya tidak mengherankan pada akhir akhir ini kiprah Pansus tersebut sepertinya " nyaris tidak terdengar". Dalam suasana yang penuh transparansi sekarang ini layak jugalah publik mengetahui hal hal apa sebenarnya yang telah dihasilkan oleh Pansus.
Kita juga ingin tahu apakah Pansus akan diteruskan atau berhenti hanya sampai disini. Dengan mengetahui hal dimaksud maka publik juga akan punya gambaran yang utuh tentang keberadaan Pansus.
Salam Persatuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H