Dengan status hukum tersangka dan dengan ditahannya Setya Novanto,Ketua Umum Partai Golkar oleh KPK maka keinginan agar Golkar mengadakan Munaslub semakin menguat.
Banyak kalangan termasuk tokoh tokoh senior partai mengkhawatirkan kalau Setnov terus menjabat sebagai Ketua Umum ,maka diperkirakan tingkat elektabilitas partai berlambang pohon beringin tersebut akan menuju titik nadir.Kehawatiran yang demikian antara lain dikemukakan oleh Akbar Tanjung yang pernah memimpin partai pada awal reformasi.
Sejatinya bukan hanya sebatas kehawatiran tentang penurunan elektabilitas partai tetapi hasil survei yang dilaksanakan oleh Poltracking juga menunjukkan hal tersebut. Survei yang dilaksanakan pada 8-15November dan yang dirilis pada 26November2017 menunjukkan bahwa posisi Golkar sekarang berada di urutan ketiga dengan angka 10,9 persen sementara elektabilitas Gerindra sudah berada diatasnya yaitu 13,6 persen sementara pada peringkat pertama adalah PDI P 23,4 persen.
Berkaitan dengan penurunan elektabilitas dan didorong oleh keinginan agar Golkar dipimpin oleh Ketua Umum yang tidak tersandera masalah hukum maka bermunculan lah beberapa nama yang dinilai layak untuk memimpin partai yang dilahirkan pada Oktober 1964 itu. Mengemuka nama Ade Komarudin,Priyo Budi Santoso ,Aziz Syamsudin dan Airlangga Hartarto disamping sejumlah nama lainnya seperti Idrus Marham.
Banyak kalangan yang berpendapat pada akhirnya nanti pada Munaslub ,Airlangga Hartarto lah yang akan terpilih sebagai Ketua Umum menggantikan Setya Novanto. Walaupun mungkin Airlangga tidak terlalu kuat akarnya pada Golkar seperti Ade Komarudin atau Priyo Budi Santoso tetapi pria kelahiran 1 Oktober 1962 ini diperkirakan punya kelebihan dibandingkan calon lainnya.
Airlangga Hartarto sejak 26 Juli 2016 telah diangkat oleh Presiden Jokowi sebagai Menteri Perindustrian menggantikan Saleh Husein.
Alumni Universitas Gajah Mada ini adalah politisi Golkar dan pada 2006-2009 pernah menjabat Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar.
Pada Pemilu 2014 ,ia terpilih lagi sebagai anggota DPR RI dari Golkar yaitu dari Daerah Pemilihan (DAPIL ) Jawa Barat V yang kemudian mengantarkannya sebagai Ketua Komisi VI yang membidangi perindustrian ,perdagangan ,UKMK,Investasi dan BUMN.
Perlu juga diingat diangkatnya Airlangga pada jabatan Menteri Perindustrian tahun 2016 sesudah Partai Golkar dibawah kepemimpinan Setya Novanto menyatakan dukungannya kepada pemerintahan Jokowi-JK. Airlangga adalah putra dari Ir Hartarto yang pernah menjabat Menteri Perindustrian di era Suharto yaitu pada Kabinet Pembangunan IV(1983-1988) dan juga pada Kabinet Pembangunan V ( 1988-1993) dan kemudian menjabat Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi pada Kabinet Pembangunan VI(1993-1998).
Kelebihan yang dimiliki Airlangga dibandingkan calon Ketum lainnya ialah yang berkaitan dengan restu istana. Penulis berpendapat restu istana ini dibutuhkan karena tanpa ikut campurnya istana bukan tidak mungkin terjadi lagi perpecahan internal partai seperti perpecahan besar yang terjadi pada Desember 2014 sampai dengan Mei 2016. Perseteruan antara kubu Abu Rizal Bakrie dengan kubu Agung Laksono pada masa itu diperkirakan tidak akan selesai tanpa ikut campur tangan nya istana.
Begitu juga halnya sekarang ini campur tangan istana dibutuhkan mengingat tidak ada figur kuat pada tubuh Golkar yang dapat diterima oleh semua faksi faksi yang ada di tubuh partai. Posisi Airlangga untuk menjadi orang pertama Partai lihat semakin kuat dengan terbitnya ijin dari Presiden Jokowi.
Sebagaimana dikutip dari Tempo .co,padaSenin,27 November 2017 ,Airlangga membenarkan bahwa dia sudah mendapat ijin dari Presiden Joko Widodo untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Apabila pada Munaslub Golkar yang direncanakan pada akhir Desember nanti ,Airlangga terpilih menjadi Ketua Umum maka dengan sendirinya ia harus meninggalkan jabatan Menteri Perundistrian.
Memang secara konstitusi tidak ada larangan bagi ketua umum partai untuk duduk di kabinet. Di masa pemerintahan SBY misalnya ,Abu Rizal Bakrie dan Hatta Rajasa adalah ketua umum partai dan mereka juga tetap juga sebagai menteri. Tetapi pada pemerintahan sekarang ini ,Jokowi memberi semacam syarat bahwa ketua umum partai tidak diperkenankan sebagai anggota kabinet.
Persyaratan yang demikian lah antara lain yang membuat ketua umum parpol pendukung Jokowi- JK pada Pilpres 2014 tidak ada satu pun yang jadi menteri. Dengan persyaratan tersebut maka Airlangga juga nanti harus melepas kursi menterinya.
Selanjutnya dengan ikut bertarungnya Khofifah Indar Parawansa pada Pilgub JawaTimur tahun 2018 maka ,Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU ini juga harus melepas jabatannya sebagai Menteri Sosial.
Dengan demikian akan ada dua jabatan menteri yang harus diisi. Menjadi menarik untuk mencermati siapa yang akan ditunjuk oleh Presiden untuk mengisi jabatan itu. Reshuffle kabinet tersebut juga akan memberi gambaran tentang peta politik menjelang pilpres 2019,
Artinya akan semakin jelas terbaca dengan partai mana nantinya Jokowi maju pada Pilpres.
Salam Demokrasi!
Sumber : Wikipedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H