Hasil Pleno DPP Partai Golkar psda Selasa,21 November 2017 memberi isyarat bahwa dukungan DPP kepada Setya Novanto masih cukup kuat. Hal ini antara lain terlihat dari diikutinya permintaan Setnov agar Idrus Marham dihunjuk sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum dan tidak membicarakan status Setnov sebagai Ketua Umum sampai dengan dibacakannya vonnis sidang pra peradilan tanggal 30 November nanti.
Andainya Setnov  memenangkan pra peradilan maka ia tetap dipertahankan sebagai Ketua Umum dan apabila kalah, barulah kemudian dilaksanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Dari sisi pendekatan hukum tentulah sikap yang diambil pada Rapat Pleno DPP Golkar itu sudah tepat mengingat kita menganut asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
Sampai sekarang ini status hukum Setnov masih tersangka dalam dugaan kasus korupsi e-ktp. Belum ada vonnis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ( inkracht) yang menyatakan Ketua Umum Golkar itu bersalah sehingga harus dihukum.
Tetapi ada yang perlu kita ingat bahwa Golkar adalah sebuah partai politik dalam hal ukuran yang digunakan masyarakat untuk menilainya tidak semata mata dari sisi hukum tetapi yang paling dominan adalah persepsi politik masyarakat terhadap partai yang berlambang pohon beringin tersebut.
Dalam kegiatan politik maka persepsi politik publik terhadap parpol tersebutlah yang punya pengaruh signifikan terhadap tingkat elektabilitasnya.
Memang belum ada hasil survei yang dirilis tentang pengaruh ditetapkannya Setnov sebagai tersangka oleh KPK dengan tingkat elektabilits  partai.
Tetapi tokoh senior Golkar,Akbar Tanjung telah mengutarakan kehawatirannya terhadap semakin menurunnya tingkat kepercayaan kepada partai yang pernah dipimpinnya ini.
Kita juga bisa merasa rasakan apakah logis tingkat elektabilitas Golkar tetap bertahan atau bahkan meningkat sementara disisi lain Ketua Umum nya bermasalah dengan hukum. Dalam pandangan yang demikianlah mulai muncul keinginan dari para kader ,agar Golkar segera melaksanakan Munaslub.
Nusron Wahid ,Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu I DPP Golkar mengatakan dalam pertemuan DPP Partai Golkar dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat provinsi ,sejatinya DPP dan seluruh DPD tingkat provinsi menginginkan adanya munaslub untuk memilih ketua umum baru.
Pertemuan DPP Golkar dengan DPD Provinsi diselenggarakan pada Sabtu,25 November 2017 bertempat di Hotel Sultan Jakarta. Nusron juga mengatakan " Jika Novanto menang di pra peradilan pun Golkar tetap akan menggelar Munaslub". ( Kompas.com,25/11/2017).
Tetapi untuk menyelenggarakan Munaslub tidak mudah juga bagi Golkar karena akan ada beberapa konsekuensi yang bisa memengaruhi perjalanan parpol tersebut dimasa yang akan datang. Beberapa hal yang perlu dicermati antara lain berkaitan dengan siapa yang akan menjadi ketua umum,sejauhmana intervensi politik yang akan memengaruhi munaslub tersebut. Intervensi politik yang paling kuat tentu bisa muncul dari eksternal golkar.
Kalau dicermati dari sejumlah nama kader golkar yang digadang gadang untuk menggantikan Setnov ,rasanya belum ada tokoh yang akan bisa diterima oleh semua faksi yang ada didalam golkar dan juga oleh kekuatan di luar golkar. Airlangga Hartarto yang sekarang menjabat sebagai Menteri Perindustrian diperkirakan sosok yang akan direstui istana.
Andainya Airlangga nanti terpilih apakah ia mampu memimpin partai tersebut mengingat ia tidak terlalu punya akar yang kuat pada internal partai termasuk di DPD maupun di pengurus kabupaten/kota. Apakah dengan back up penuh istana ia akan mampu melakukan peran optimal menakhodai  partai tersebut.
Kemudian nama lain yang disebut ialah Ade Komaruddin .Pria yang akrab disapa Akom ini punya akar yang kuat pada partai karena ia juga adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Soksi ,sebuah ormas yang ikut mendirikan Sekber Golkar pada 20 Oktober 1964.
Tetapi Akom dipersepsikan banyak kalangan sebagai orangnya JK.Dengan posisinya yang demikian diperkirakan istana tidak akan merestuinya.
Pada Munaslub Golkar di Bali Mei 2016, ia juga ikut bertarung untuk memperebutkan kursi ketua umum.Tetapi pada putaran kedua pemilihan ia mengundurkan diri sehingga dengan mulus Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum.
Tokoh lain yang disebut adalah Priyo Budi Santoso.Tokoh ini juga cukup dikenal di internal partai karena ia juga adalah tokoh MKGR yang juga adalah ormas pendiri Golkar.
Hal lain yang mungkin muncul adalah perseteruan ulang antara Abu Rizal Bakrie dengan Agung Laksono.
Perseteruan tersebut terlihat sangat parah pada Desember 2014 sampai Mei 2016.Pada masa itu Golkar benar benar mengalami perpecahan terbesar sepanjang sejarah .
Kalau perseteruan ini muncul dalam Munaslub maka perpecahan besar pada partai tidak akan dapat dihindari.
Pada saat seperti sekarang ini sungguh dilemmatis posisi Golkar dan menjadi menarik untuk mencermati bagaimana partai ini melewati tahapan yang dilemmatis ini.
Salam Persatuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H