Setelah satu setengah tahun ,remaja kelahiran Jogyakarta 1 Januari 2000 ini berhasil menciptakan penelitian yang diberi judul " Data Compression Using EG and Neural Network Algorithm for Losses Data".
Saya tidak ahli dibidang yang diteliti oleh Farrel ini tetapi saya berkesimpulan bahwa ia dapat mengecilkan atau memampatkan game sehingga kuota internet yang dibutuhkan menjadi lebih kecil.
Hasil penelitiannya itu lalu diajukan ke ajang kompetisi di Indonesia baik regional maupun nasional. Tapi upayanya itu tidak membuahkan hasil .Diajukan sejak tahun 2016, proposal penelitian Farrel selalu ditolak." Ya kalau dihitung sampai 11 kali tidak diterima " ujarnya.
Belasan kali gagal tidak membuat siswa SMA Negeri 8 Yogjakarta ini menyerah. Malahan anak dari pasangan Monovan Sakti Jaya Kusuma dan Hening Budi Prabawati ini terus memompa semangat dirinya. "Thomas Alva Edison 1.000 kali gagal ,mosok saya baru 11 kali gagal udah menyerah", ujarnya.
Pada suatu hari Farrel melihat sebuah pengumuman dari Google di media on line. Lalu ia mengajukan proposal ke perusahaan teknologi tingkat dunia itu. Dengan berbagai liku liku perjuangan maka pada 15-20 Pebruari 2017 ia mengikuti wawancara di kantor Google Mountain View, California Amerika Serikat.
Bisa berada di kantor Google dan kemudian mengikuti interview atau wawancara tentulah sebuah prestasi dan kebanggaan.
Kita yakini di negeri ini banyak remaja bangsa seperti Farrel tetapi mereka tidak kita temukan dan juga mereka tidak punya akses untuk ditemukan.
Mungkin perusahaan BUMN melalui Coorporate Social Responsibility (CSR) nya perlu diwajibkan untuk menemukan remaja remaja yang punya bakat luar biasa seperti Farrel.Dengan menjadikannya sebagai kewajiban diharapkan mutiara mutiara lainnya semakin banyak ditemukan yang kesemuanya bermuara untuk memajukan negeri ini.
Salam Persatuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H