Pertarungan hukum antara KPK dengan Setya Novanto kelihatannya masih berlangsung lama. Kalau dilihat urut-urutan pertarungan hukum itu , diawali dengan penyebutan nama mantan Ketua Fraksi Golkar di DPR itu pada pembacaan dakwaan terhadap dua pejabat di Kemendagri. Tidak hanya nama Setnov yang dimunculkan tetapi juga nama-nama anggota DPR RI dan juga yang sudah mantan anggota. Nama-nama mantan anggota DPR yang disebut itu juga sedang menduduki beberapa pos penting di pemerintahan sekarang ini. Oleh Jaksa KPK dinyatakan ,dugaan kasus korupsi e-ktp tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian negara sekitar Rp.2,3 Triliun.
Dana sekitar Rp.2,3 Triliun inilah yang kemudian dibagi atau disalurkan ke berbagai pihak. Berkaitan dengan dugaan kasus korupsi e-ktp ini maka KPK pada  17 Juli 2017 telah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Terhadap penetapan ini maka Setya Novanto bersama Kuasa Hukum nya melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan gugatan ke pra peradilan. Sidang pra peradilan tanggal 29 September 2017 ,dengan hakim tunggal, Cepi Iskandar telah menyatakan penetapan Setnov sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Dengan penetapan yang demikian maka lepaslah status tersangka Ketua Umum Partai Golkar dimaksud.
Sesudah putusan pra peradilan tersebut, Setnov beserta kuasa hukumnya melakukan dua langkah hukum. Pertama mengadukan ke polisi pembuat meme yang disebarkan melalui medsos tentang kondisi sakitnya Setnov yang sedang di rawat di salah satu rumah sakit di Jakarta. Seperti diketahui sebelum putusan pra peradilan, Setnov di rawat di rumah sakit karena menderita beberapa penyakit seperti vertigo ,gangguan pada ginjal dan beberapa penyakit lainnya. Foto ketika Setnov terbaring sakit itulah yang kemudian dijadikan meme oleh beberapa orang .Kemudian pembuat dan pengedar meme itu telah ada yang ditahan polisi.
Kedua,Sandy Kurniawan ,salah seorang anggota kuasa hukum Setya Novanto ,pada 9 Oktober 2017 telah  melaporkan ke Bareskrim dua orang pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Agus dan Saut Situmorang dilaporkan dengan tuduhan membuat surat palsu dan menyalah gunakan wewenang dalam penyidikan kasus korupsi e-ktp yang sempat menjerat Setya Novanto.
Terhadap laporan Sandi Kurniawan tersebut Bareskrim Polri telah menerbitkan SPDP ( Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ) atas laporan Sandi Kurniawan terhadap Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Kedua pimpinan KPK tersebut telah menerima SPDP dimaksud pada 8 November 2017. Kemudian pada 10 November 2017, Wakil Ketua KPK,Saut Situmorang telah menyampaikan pengumuman yang isinya menyatakan KPK telah menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik ( e-KTP) . Saut Situmorang selanjutnya mengatakan Surat Penyidikan tersebut diterbitkan KPK pada 31 Oktober 2017
Sesudah pengumuman status Setya Novanto tersebut maka Pengacaranya, Fredrich Yunadi pada 10 November itu juga telah melaporkan dua pimpinan KPK dan dua penyidik KPK ke Bareskrim Polri. Dua pimpinan KPK yang dilaporkan adalah Agus Rahardjo dan Saut Situmorang serta dua penyidik yakni Direktur Penyidikan KPK ,Aris Budiman dan penyidik KPK ,Ambarita Damanik. Diperkirakan juga pihak Setnov akan menggugat kembali ke pra peradilan tentang penetapan tersangka tersebut.
Dari hal hal yang dikemukakan diatas terlihatlah masing masing pihak menggunakan jalur hukum sesuai kewenangannya  berkaitan dengan kasus Setnov dimaksud. Dalam suasana yang demikian menarik untuk mencermati pendapat Mahfud Md tentang hal ini. Pakar Hukum Tata Negara dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan ,semestinya KPK menahan Ketua DPR RI,Setya Novanto.
Sebagaimana diberitakan Kompas .com ( 11/11/2017) ,Mahfud menyatakan KPK bisa langsung menahan Novanto dengan alasan seperti khawatir menghilangkan barang bukti  ,mengulangi perbuatannya dan tidak kooperatif dengan lembaga anti rasuah. Hal tersebut dikemukakan Mahfud di aula Pemerintah Kabupaten Jember,Jum'at , 10/11/2017. Terhadap saran mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini tentu layak muncul pertanyaan ,beranikah KPK menahan Setnov? Kata " berani" disini bukan dalam arti "punya nyali" ,tetapi sejauhmana pengaduan Setnov atau pengacaranya ke Bareskrim Polri tentang pimpinan dan penyidik KPK punya dasar hukum yang kuat atau tidak.
Laporan Sandy Kurniawan ,advokat dari firma hukum Yunadi & Associates tanggal 9 Oktober 2017 yang ditujukan ke Mabes Polri karena adanya surat permohonan pencegahan yang diajukan KPK kepada Kementerian Hukum dan HAM terhadap Setya Novanto pada 2 Oktober 2017. Ketika dua pimpinan KPK ,Agus Rahardjo dan Saut Situmorang menandatanani surat permohonan pencegahan tersebut,status Setnov tidak lagi sebagai tersangka karena pada 29 September ,PN Jakarta Selatan melalui hakim Cepi Iskandar telah menerima gugatan Setnov sehingga ia tidak lagi menyandang status tersangka.
Kemudian terhadap penetapan kembali Setnov sebagai tersangka ,Pengacara Novanto,Fredrich Yunadi menyatakan hal tersebut  merupakan adanya dugaan penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Karenanyalah diperkirakan sebelum mengikuti saran Mahfud Md untuk menahan Setnov,tentunya KPK akan mengkaji dengan matang posisi hukumnya agar nantinya lembaga anti rasuah itu tidak terkena " serangan balik " dari Setnov dan pengacaranya.Â
Pada kasus Setnov ini jugalah terlihat terjadinya argumentasi hukum dilawan oleh argumentasi hukum juga. Dan pihak manakah nanti yang paling kuat argumentasi,hukumnya ,itulah yang akan memenangkan pertarungan hukum ini.